Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

Surga Dunia

Lokasinya sekitar 2 jam penerbangan dari Soekarno Hatta, mengarah ke barat laut. Pulau besar yang juga sempat hancur karena tsunami waktu it u sekarang udah recovery dan bahkan disebut-sebut sebagai tujuan wisata utama di Asia, sering disejajarkan dengan Bali. Satu hal yang bener-bener menyenangkan, tempat ini bisa untuk wisata pantai dan gunung! Gunung dalam arti... beneran gunung. Ada air terjun, jalan super menanjak, bahkan lebih curam dari jalanan menuju Puncak waktu saya ke sana. Dan itulah kenapa menurut saya, Phuket beneran kayak surga yang ngasih apa aja. Good place Waktu kemarin saya ke sini, saya stay di daerah Patong selama 6 hari. Di sini daerahnya rame banget, banyak kafe, night club, pedagang-pedagang makanan pinggir jalan, pokoknya bener-bener pusat keramaian. Mungkin kalo diumpamain, ini adalah Kuta-nya Phuket. Nggak salah juga sebenernya, soalnya kalo dibandingkan dengan daerah lain seperti Kamala Beach, Phang Nga, dan sebagainya, kelihatannya Patong itu jauh lebih ram

Tropical Christmas

Maya Bay I love this place, the beach, the sky, the ocean, the fish, those people, the food, the laughter, and everything thank God for this magical Christmas. Wish you all the blessings as well :)

Kertas

"Dia ga sadar dia itu kertas, yang hidupnya ditulis sama orang lain " Itu kata-kata yang kelihatannya terlalu melankolis. Dan tebak itu muncul darimana. Bukan dari film yang saya tonton (mengingat belakangan otak saya nggak kuat nonton film berbobot). Bukan dari buku yang saya baca (apalagi sekarang saya udah jarang baca lagi..). Bukan dari alter ego saya yang suka muncul kalo menulis blog dan membuat saya suka mengeluarkan kata-kata yang terdengar sok dewasa. Kata-kata itu muncul dari mimpi. Oke, mungkin ini aneh.. Tapi saya juga nggak ngerti kenapa kata-kata itu muncul gitu aja di mimpi saya, apalagi ceritanya hal tersebut diucapkan seseorang yang entah siapa ke saya. Seakan itu membicarakan saya.. Dan ketika saya bangun, kalimat itu terus terulang-ulang. Saya juga nggak ngerti kenapa. Mungkin ini cuma sekedar pesan dari alam bawah sadar saya. Sedikit menyadarkan, kalo kita boleh punya harapan dan keinginan sendiri. Toh hidup ini hidup kita.

Analogi Pendaki

Tepat ketika kita merasa telah berhasil mendapatkan semua yang kita inginkan, saat itulah mata kita akan buta dan mata hati yang bekerja. Sayangnya semua kelimpahan berkat tersebut membuat ego tertanam begitu tinggi sehingga mata hati sulit terbuka. Kita terlalu fokus dengan apa yang kita baru dapatkan sehingga apa yang selama ini kita miliki terlupakan. Dan perlahan, hal yang sedari dulu ada itu lama kelamaan hilang, menguap. Dan meninggalkan kita dengan kebahagiaan yang semu. Rasanya seperti pendaki yang berhasil berdiri di puncak gunung tertinggi di bumi, tapi euforia tersebut akan perlahan berubah jadi kengerian ketika ia menyadari, tidak ada lagi orang yang bisa menemaninya di atas sana. Dan mungkin ini yang sedang terjadi pada diri saya. Andaikan mereka baca ini, saya ingin minta maaf dan mencoba mengembalikan semua yang pernah ada. Saya harus membuka mata. Saya tidak lagi mau buta....

Lagi: Kenapa?

Saya sering iri sama mereka yang bisa tertawa walaupun ada masalah besar di kepalanya. Saya juga iri melihat mereka yang bisa berpikir luas tentang dunia dan bisa melakukan hal yang nyata. Saya nggak bisa berhenti bertanya, kenapa yang saya bisa cuma menyusun kata tanya yang nggak ketemu juga apa jawabnya? Walaupun mungkin ada, tapi kenapa saya nggak pernah tau di mana? Atau mungkin ini semua, karena saya yang terlalu suka berada dalam drama? Apa kamu juga?

Dunia Siapa

"You cannot change the world. But please, don't make it worse" - P.O.P Itu kata-kata yang terlontar dari mulut seorang faculty member terhebat saat mata kuliah Macroeconomics tadi pagi. Itu kalimat sederhana. Tapi berhasil menyentil dan membangunkan saya dari kantuk. Efeknya? Di otak saya mulai muncul statement dan question yang saling menyambut, membuat saya berpikir. .... Apa yang terjadi di dunia saat ini? Apa saya sudah sadar akan apa yang terjadi di dunia saat ini? Apa yang menyebabkan terjadinya apa yang sedang terjadi di dunia saat ini? Apakah itu saya yang juga berperan sehingga terjadilah apa yang sedang terjadi di dunia saat ini? Apa yang harus saya lakukan menghadapi dunia yang terjadi saat ini? Apa yang belum saya lakukan untuk menghadapi dunia yang terjadi saat ini? .... Dan menjawab pertanyaan itu semakin memperjelas bahwa saya bagaikan hidup di dunia sendiri. Bahwa saya terlalu self-centered. Bahwa saya terlalu tidak peduli, dan

Catatan Kecil

Sekadar ingin kamu tahu, bahwa semua kekuatan yang pernah saya punya ini saya bangun bersama konstruksi pikiran paling rasional yang saya miliki saya susun berdasarkan fakta dan data yang benar-benar sungguh terjadi saya lengkapi dengan segala hitungan probabilitas yang paling mungkin kita hadapi Sekadar ingin kamu mengerti, bahwa semua kekuatan ini saya pikir akan menjadi tameng paling hebat dalam rangka menjaga harga diri dalam rangka menghilangkan ekspektasi yang terlalu tinggi dalam rangka tetap menjaga kaki ini menginjak bumi Tapi sepertinya usaha yang saya buat harus sia-sia Perlahan tapi pasti, semua kekuatan itu luruh tanpa sisa Hilang Bahwa ternyata akhirnya saya sadar Ini bukan lagi hal yang terukur dalam logika Bukan lagi masalah harga diri berperang dengan rasa bangga Dan akhirnya dengan ini saya menyerah Terima kasih untuk membuka lagi mata saya untuk percaya.

Dulu saya bilang.. Dan sekarang..

Menyambung ke aktivitas flashback itu, ada satu post yang mau saya bahas. Dulu saya bilang: Setelah kegagalan di SIMAK UI kemaren, saya s empet memutuskan untuk menyelesaikan perjuangan saya dan mempersiapkan mental memasuki dunia yang sama sekali baru buat saya : dunia bisnis . saya beberapa kali ke kamar kakak saya dan liat-liat bukunya dia. Isinya? Principles of Economics, Microeconomics, Macroeconomics, Leadership and Organization Skill... Dan pas saya buka-buka sedikit, saya sama sekali buta dengan apa yang ada di dalam situ. Dan sekarang: Udah setahun saya berkutat dengan beberapa subject dari yang saya sebut di atas. Buku-buku itu tersusun rapi di lemari saya. Walaupun nggak semuanya ngerti, ya at least masih berkontribusi memberi nilai di dua semester yang sudah saya lewati kemaren. Hehe.. Dulu saya bilang: Minder? IYA. Tapi saya mencoba untuk ngobrol sama kakak saya . Soalnya kan dia juga berlatar belakang IPA seperti saya , dan kampus dia adalah kampus yang akan saya masuki j

Entri Lama

Kemaren, nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba ada pesan dari Citta , seorang teman SMA yang satu subsie tapi jarang jarang jaranggggg banget ngobrol secara langsung. Paling saya cuma sering ngeliat blog nya aja dan komentar sedikit-sedikit. Dan ternyata, dia mengomentari blog saya. Dari situ kami sempet melakukan perbincangan sedikit dan hasil dari perbincangan singkat itu adalah.... saya membuka ulang blog saya dari sejak pertama kali di-post! 107 posts saya baca dari awal dan bener kata Citta, banyak yang bisa dipelajari dari keseharian kemarin itu. Tapi banyak juga hal yang nggak berubah. Ternyata dari dulu saya emang kalo nulis itu terlalu melankolis, kebanyakan mikir dan dari komen teman-teman (bahkan dulu hampir SETIAP post ada komen dari teman-teman!) post saya sering terlalu berat. Hahahaha. Tapi nggak sedikit juga hal yang berubah. Dulu saya kayaknya betah banget nulis panjang-panjang.. Dan sering banget menyatukan cerita keseharian dengan pemikiran. Wah berarti emang sek

Why ask why?

Di balik setiap kejadian, pasti ada alasan dan tujuannya. Selalu. Setidaknya begitu bagi saya. Saya selalu butuh jawaban dari setiap "kenapa" yang saya tanyakan. Butuh minimal satu alasan untuk menguatkan kepercayaan saya akan suatu hal, atau untuk membuat saya tidak percaya akan hal tersebut. Selalu perlu minimal satu alasan agar saya mau melakukan sesuatu, atau untuk tidak melakukannya. Dan mungkin, itu yang membuat saya otomatis memaparkan alasan saya dalam melakukan sesuatu meski tidak dipertanyakan. Setidaknya menurut saya, dengan memiliki alasan dan tujuan yang jelas, kita melakukan sesuatu dengan rasional. Logis . Saya sering nggak percaya kalo ada orang yang nggak punya alasan ketika melakukan sesuatu. Dan itu yang membuat saya juga nggak percaya kalo sekarang, saat ini juga, saya sudah melakukan hal yang super nggak logis. Sangat irasional . Kenapa saya melakukan itu? Saya juga nggak tau. Semua gara-gara kamu .

Hmm..

Oke. Saya menyerah.. Setelah mencoba mengirim post 'ringan' tanpa curhatan dan bercerita tentang keseharian, saya merasa ini bukan blog saya. Habis kayaknya blog saya itu jarang banget berisi hal yang 'terus terang' dan baik-baik seperti itu. Hahaa.. Ah, pengen rasanya bisa cerita keseharian dan dinikmati semua orang tanpa berpikir. Tapi yaudahlah, blog saya bukan untuk tujuan komersil. Just take it or leave it, rite? :) I'll be back with another gloomy posts.

Si Ndok Krompyang

Hmm.. Sebenernya itu berasal dari Bahasa Jawa. Ndok adalah sebutan untuk anak perempuan dan krompyang itu artinya pecah. Waktu saya kecil, ibu saya memanggil saya dengan sebutan itu berdasarkan kenyataan bahwa saya itu ahli banget ngejatohin barang. Adaaa aja barang yang jatoh, dan kebanyakan barang tersebut akan pecah setelahnya. Bahkan dulu saya itu orang terakhir yang bakal dipercaya untuk dititipin megang apa-apa in case ada yang mintain tolong. Mereka berasumsi saya bakal mecahin barang itu, walaupun benar... 70% kemungkinan barang tersebut emang bakal jatoh dari tangan saya. Tekanan psikologis dari julukan itu masih membekas sampe sekarang. Makanya saya selalu berusaha menghindari tempat barang pecah belah atau tumpukan kardus gitu. Bawaannya selalu deg-degan kalo ada di daerah kayak gitu. Tapi entah sial atau apa, walaupun udah hati-hati, masih aja suka jatoh juga. Entah kesenggol tas, jatoh dari tangan, atau apalah.. Saya juga nggak ngerti kenapa bisa kayak gitu. Mungkin kare

Halo

Saya sebenernya nggak ngerti, ini jahat atau sombong. Atau autis atau antisosial. Yang jelas begini keadaannya. Dulu, saya tipe orang yang 'rang-ring-rang-ring' di mana setiap telpon rumah bunyi, pasti buat saya. Bukan berarti HP saya juga nggak bunyi lho. Pokoknya ada aja telepon, nggak dari pacar nanyain kabar, dari sahabat minta cerita, bahkan dari temen kelas yang sekedar nanya ulangan. Yang jelas selalu ada teman bicara di telepon berjam-jam ngomongin hal dari yang penting bikin berantem sampe nggak penting cuma untuk ngabisin bonus pulsa. Dulu, saya tipe orang yang 'tring-tring' suara MSN messenger ataupun Skype saling berlomba dan adaaaaa aja chat yang masuk. Nggak dari pacar yang nanyain kabar (kalo lagi nggak telepon), sahabat dekat yang ga ada pulsa, atau sekedar teman yang berlokasi jauh untuk bertukar kabar, Pokoknya selalu ada alasan untuk memindahkan windows dari Ms.Word ke MSN Messenger. Dan sekarang saya kehilangan semua itu. Mgkn a

Why sky is the limit

Akan ada saatnya, kita sangat menginginkan sesuatu. Satu hal yang awalnya kita pikir mustahil. Bahkan mungkin kita tidak pernah terpikir untuk menginginkan hal itu. Mimpi itu kita beri wujud, kita beri bentuk. Kita namai menjadi sesuatu yang memacu kita untuk berlari. Kemudian mimpi itu kita gantung di langit. Ya, langit . Bukan langit-langit . Ini menjadikan kita semakin sadar, hal itu bukanlah hal yang bisa kita raih. Terlalu tinggi. Seberapa tinggi? Tak tahu, bahkan tidak terukur.. Mimpi itu kemudian menjadi alasan mengapa kita belajar. Mimpi itu menjadi tujuan ke mana kita melangkah. Mimpi itu harusnya akan menjadi hadiah dari segala keringat yang harus kita keluarkan. Sayangnya, kemustahilan itu kemudian menjadi penghalang. Tak jarang kita terjatuh saat mulai beranjak terbang. Tak jarang kita mengeluh saat mulai merasa lelah. Tak jarang, kita menyerah di tengah perjalanan yang seakan tak pernah berakhir. Tapi sadarkah kita, ketika kita menggantungkan mimpi kita di langit, kita ti

Intermezzo

Beberapa minggu ini adalah minggu supersibuk untuk sebagian besar (atau tepatnya, semua) mahasiswa di kampus saya. Di saat anak-anak kampus lain udah berleha-leha libur atau udah bilang "minggu ini terakhir UAS!", saya dan teman-teman senasib masih harus menghabiskan malam bersama menyusun makalah dan segala hal lainnya. Nggak jarang pada akhirnya saya ngabisin hari-hari saya demi tugas. Bahkan weekend juga! Efeknya sih, saya akhirnya ansos banget nggak bisa ikut temen-temen saya pada pergi jalan-jalan.. Capek? PASTI. Rasanya semua deadline menumpuk -dan memang menumpuk!- dan saya udah nggak tau lagi harus membagi waktu kayak apa. Skill time management yang mungkin dulu bisa jadi andalan ternyata sekarang nggak ada apa-apanya. Kemampuan organizing yang rapi dan berhasil menciptakan agenda pribadi yang lucu itu jadi sekedar tulisan biasa yang bahkan saya lupa buka pada akhirnya. Tapi walaupun saya mengeluh kelelahan, menyumpahi tanggal dan hari yang berlalu te

Kerja Sosial part 1

Hari ini adalah hari keempat saya melakukan kerja sosial. Well, apa itu kerja sosial? Jadi di semester 2 ini saya dapet mata kuliah Community Development 1. Selain on the job training a.k.a magang yang saya ceritain bulan lalu, saya dapet tugas untuk melakukan kerja sosial. Di sini kita diwajibkan untuk terlibat dalam kegiatan di suatu panti, entah panti asuhan, rumah singgah, atau panti werdha. Kerjanya bareng kelompok, tapi tiap individu harus menghabiskan waktu selama 20 jam. Nah kelompok saya (yang akhirnya merger sama kelompoknya Yurika ) memilih untuk kerja di rumah singgah daerah Tebet. Namanya Yayasan Remaja Masa Depan. Cek aja website nya di sini . Nah rumah singgah ini isinya hampir 40 orang. Saya dan kelompok akhirnya bikin jadwal, sebisa mungkin seminggu dua kali ke sini. Yang pertama main sama anak-anak kecil umur 4-10an, pas weekend kita ngobrol sama yang udah SMP dan SMA. Banyak banget hal-hal yang bikin saya sedih kalo tau latar belakang masing-masing anak di sana. Dan

Personifikasi

Dari kecil, saya menganggap semua benda punya nyawa. Sering ketika saya memasukkan sepatu ke lemari, saya berpikir. Jangan-jangan sepatu yang satu cemburu dengan sepatu lainnya karena lebih sering dipakai. Sepatu yang lain marah karena lebih kotor daripada yang lainnya. Kadang kalo saya mau memilih, seakan mereka sama-sama berteriak untuk jadi pilihan pertama. Tapi saya nggak mau tau, perkelahian macam apa yang bakal terjadi saat pintu rak itu ditutup. Mungkin itu sebabnya saya memilih menyimpan sepatu baru di kotak dulu, takut kalo mereka 'dibully' karena jadi anak baru. Begitu juga dengan alat tulis. Beberapa kali saya selalu mengusahakan menggunakan alat tulis yang berbeda dengan intensitas waktu yang sama. Kenapa? Karena saya takut di dalem tempat pensil mereka berantem karena dianggap tidak diperhatikan. Mungkin itu sebabnya saya sekarang cuma punya 1 pensil, 1 bolpen, dan 1 penghapus. Sehingga nggak ada yang merasa dianaktirikan karena masing-masing punya perannya sendiri

Yang Tadi atau Nanti, Bukan Hari Ini

Selama hampir dua taun mengidap insomnia, produktivitas saya kalo malem itu justru lagi mencapai titik tertinggi. Biasanya kalo lagi semangat belajar ya saya buka buku. Kalo lagi semangat cerita ya saya buka conversation cari temen ngobrol. Kalo lagi semangat stalker ya saya buka profile dan stalking orang-orang. Hahaha. Nah.. Selain penyakit sulit tidur itu, saya punya penyakit lain. Saya nggak tau disebut apa, tapi saya itu sangat past-minded and future (over)-orientation. Dua penyakit berlawanan makna itu tergabung jadi satu dan menyebabkan saya susah untuk menyadari keberadaan hari sekarang. Dan itulah yang bakal saya bahas di sini. Kombinasi antara dua paragraf di atas itu terjalin ketika beberapa malam tanpa tidur itu saya gunakan untuk membuka lagi hal-hal lama yang ada, baik di komputer, agenda, album foto, dan semacemnya. Ya, saya punya satu laci cukup besar (kalo nggak mau saya sebut lemari kecil) yang isinya berkotak-kotak barang dari jaman dulu. Ada surat entah kapan dari j

Internship Madness Part 2

Oke. Menurut penanggalan kalender, dua hari lagi saya akan mengakhiri masa kerja saya sebagai pegawai magang di PT 3M Indonesia. Kalo diliat dari posting saya di sini, variasi kerjaan saya nggak banyak berubah. Kasarnya sih bisa dibilang kerjaan saya "input terus sampe mampus!" Walaupun begitu, banyak hal yang bisa saya dapet. Banyak banget. Kayak misalnya, waktu saya bantu-bantu bungkusin gimmicks yang bakal dibawa untuk seminar. Lumayan banyak, kira-kira ada 150 bingkisan yang harus saya susun. Capek sih, udah gitu nggak cuma sekali dua kali saya diminta bikin itu. Apalagi produk yang dijadiin gimmicks tuh sangat menggoda iman. Kecil-kecil, warna warni, dan menarik! Hahahha. Ini lebih berat rasanya ketika saya punya obsesi tertentu tentang stationery. Rasanya nggak tahan banget ada deket-deket barang kayak gitu. Dan kayaknya sih ke-mupeng-an saya itu keliatan sama rekan saya, jadilah waktu itu saya dioleh-olehin Scotch Tape sama Post-It Notes di hari lainnya :D lucky me! He

Internship Madness Part 1

Dulu waktu SMA, setiap pulang lewat Sudirman saya suka mikir, kapan ya saya bakal menempati salah satu ruang di gedung kaca super tinggi itu? Nggak jarang saya kadang pengen jadi salah satu pegawai yang mondar-mandir di siang hari bareng temen-temennya cari tempat makan siang. Kayaknya seru, entah kenapa. Dan berkat pilihan saya untuk kuliah di sekolah bisnis di Cilandak ini, saya bisa ngerasain itu bahkan ketika saya baru kuliah 6 bulan! Dalam rangka program On The Job Training dari kampus, akhirnya, sekarang, saya jadi bagian dari mereka selama sebulan. Hasil pengalaman kerja itu bakal jadi bahan presentasi di semester depan. Asik? Listen to my story here. Setiap jam 8 saya menembus jalur 3 in 1, parkir di salah satu gedung kawasan Sudirman, menyapa Pak Satpam, menunggu lift, membuka pintu (meskpun dibukain karena saya nggak punya ID), menuju bilik saya sendiri (ya, bilik saya !) - meskipun cuma satu bulan, mulai bergaul dengan satu komputer di depan mata, nggak sabar nung

Hasil vs Proses

Dari dulu saya selalu terganggu dengan dua hal itu. Dan entah kebetulan atau apa, saya sedang dihadapkan dengan situasi di mana pemikiran ini muncul lagi di permukaan. Saya baru aja melewati minggu ujian akhir ketika teman-teman dari kampus lain sudah heboh membicarakan angka indeks prestasi. Ada yang bersyukur, ada yang berlomba merendahkan diri. Pameran antarkampus juga nggak terelakkan. Mereka saling membandingkan. Dan meskipun nggak tersurat, kemungkinan besar akan muncul rasa bangga ketika temannya di kampus lain memiliki nilai yang lebih buruk. Siapa yang peduli kita belajar mati-matian, nggak tidur semaleman, rajin dengerin dosen, punya catetan super lengkap? Yang diliat IPnya, apa di atas 3? Contoh lain. Saya baru aja selesai rapat kepanitiaan acara kampus. Keadaan saat itu, acara sudah H-5 dan tiba-tiba segala hal yang dipikir sudah beres, ternyata menemukan masalah dan harus dirombak ulang. Setiap individu di situ capek, kesel, berusaha mencari kambing hitam.

bestest one

Saya pernah cerita tentang temen saya ini? Yang nggak pernah ngeluh kalo saya gangguin, nggak pernah bosen dengerin saya ngomong, nggak pernah bete nemenin saya kalo lagi bosen, nggak pernah ninggalin saya kalo lagi nangis, nggak pernah ngebocorin cerita saya ke siapapun.. Mungkin dia nggak bilang seberapa sayangnya dia ke saya, tapi saya tahu, dia pasti tahu sesayang apa saya sama dia. love you Ogi :)