Langsung ke konten utama

Kerja Sosial part 1

Hari ini adalah hari keempat saya melakukan kerja sosial. Well, apa itu kerja sosial?

Jadi di semester 2 ini saya dapet mata kuliah Community Development 1. Selain on the job training a.k.a magang yang saya ceritain bulan lalu, saya dapet tugas untuk melakukan kerja sosial. Di sini kita diwajibkan untuk terlibat dalam kegiatan di suatu panti, entah panti asuhan, rumah singgah, atau panti werdha. Kerjanya bareng kelompok, tapi tiap individu harus menghabiskan waktu selama 20 jam.

Nah kelompok saya (yang akhirnya merger sama kelompoknya Yurika) memilih untuk kerja di rumah singgah daerah Tebet. Namanya Yayasan Remaja Masa Depan. Cek aja website nya di sini.

Nah rumah singgah ini isinya hampir 40 orang. Saya dan kelompok akhirnya bikin jadwal, sebisa mungkin seminggu dua kali ke sini. Yang pertama main sama anak-anak kecil umur 4-10an, pas weekend kita ngobrol sama yang udah SMP dan SMA.

Banyak banget hal-hal yang bikin saya sedih kalo tau latar belakang masing-masing anak di sana. Dan saya makin sedih ketika mereka bisa survive dan ngejalaninnya dengan semangat. Pernah suatu kali, anak-anak yang umur SMP-SMA mainin lagu D'Massiv "Jangan Menyerah". Dan itu saya hampiiirrrr banget nangis. Rasanya kok yaa.... Saya jadi tersindir dan kenapa saya susah banget bersyukur? Sedangkan temen-temen yang tinggal di rumah singgah itu bisa berjuang untuk masa depan mereka.

Selain hal-hal mengharukan yang saya dapet, ga sedikit hal bodoh yang saya rasain. Bahkan sering juga anak-anak itu ngelakuin sesuatu yang ngeselin. Berantem, dorong-dorongan, anarkis, lempar barang, bahkan ngasih up*l ke tangan saya!!!!!! -_-

Tapi di balik itu semua, sejujurnya saya agak kangen balik ke sana lagi. Main konsentrasi, ngajak mewarnai, nyanyi-nyanyi, sharing....

Nanti kalo udah selesai 20 jamnya, saya akan cerita lagi dan akan saya post fotonya yaaa :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemanasan

Sebentar lagi kuartal kedua akan dimulai. Saya lupa saya punya ruang ini, tempat di mana saya bicara sendiri dengan sedikit berharap ada pembaca mengerti tapi pura-pura tidak peduli dan tidak perlu dikonfrontasi. Ironis memang; sengaja membuka eksistensi tapi tidak percaya diri, memilih untuk ditemukan dalam ranah maya tapi memilih berkisah dalam metafora. Lalu kemudian saya menulis ini, memilih cara begini dengan membagi prosa dalam spasi menjadi seakan puisi. Padahal, isinya hanya rangkaian kalimat tak berinti, tumpahan kata yang sulit berhenti, tapi terlalu sayang untuk disimpan dalam hati. ------------------------------------ Dua hari sebelum kuartal satu ditutup Rumah, 2016

Menantang Hujan

Selama ini ia benci Hujan. Ia beli payung berbagai ukuran, jas hujan dengan warna menawan,  sepatu anti air dengan kualitas tak diragukan. Lalu kemudian Hujan tidak datang selama beberapa pekan. Sial, lalu apa gunanya semua perlengkapan? Ia pikir ia benci Hujan. Memang, tapi bukan dalam bentuk "tanpa pertemuan". Ia perlu Hujan. Untuk dilawan. _____________________________________ Kebon Sirih, 27 Februari 2015 di penghujung musim penghujan

Teruntuk Rumput

Teruntuk Rumput di sana, semoga tetap sedia untuk berjalan bersama. Salam, Embun ______________________________________________ Pada suatu hari Rumah, 24 Januari 2015