Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2012

Some things better left un...known?

Tahun ketiga kuliah ini rasanya saya semakin sering menemukan pertanyaan (atau pernyataan?) berbunyi "sepertinya saya salah masuk jurusan (?)". Nggak di keluhan singkat dalam percakapan sehari-hari, diskusi serius tentang kehidupan, dan juga di lini waktu media sosial sebelah yang isinya 80% komplain. Yang anak DKV merasa belajar bisnis lebih menarik. Yang jurusan kedokteran merasa ilmu politik cukup interesting. Yang anak bisnis pengen banget belajar desain. Berputar aja terus begini, nggak ada habisnya. Tapi begitulah.. Manusia nggak pernah puas. Rumput tetangga akan selalu lebih hijau. Ah, klise... Tapi sepertinya memang iya, saya akui. Semakin kita tau sesuatu semakin dalam, semakin kita tau jeleknya, semakin besar kemungkinan kita merasa berada di tempat yang 'salah'. Kita akan melihat hal lain di luar sana itu lebih baik. Tapi kata siapa? Di sini, saya nggak mau menggurui apapun. Saya bukan mau menyentil hati nurani untuk perbanyak bersyukur

Lari, lagi

Benak tersentak, menyadari usia tidak lagi muda. Bayangan para kawan lama mengitarinya. Mereka sudah berlari cepat, berpencar arah menuju pintu masing-masing, meninggalkan warna sendiri yang sebelumnya tidak tampak mata. Rasanya dia juga bukan hanya berdiri saja. Ia juga melangkah, hanya saja tidak dengan akselerasi yang sama. Ia melangkah, tapi berencana. Ia banyak melangkah, tapi berencana lebih banyak. Akibatnya, ia pun banyak berhenti juga dan besarlah jarak antara mereka. Seketika ia merasa bodoh karena salah perhitungan. Ternyata ketika di kepala sedang berputar adegan masa depan, kaki ini baru beranjak sekitar satu jengkalan. Kebanyakan membayangkan berakibat tenaga keburu terengah, energi pun sudah mulai habis setengah. Lelah. Padahal, masih ratusan tapak menunggu jauh di sana, tapi masa juga berubah tanpa jeda. Aduh, harus bagaimana? Panik merasuk, membuatnya buta. Ia merasa percuma. Ia merasa..... gagal yang nyata. "Sudah." begitu kata seorang yang menjad

Peduli (?)

Peduli tanpa aksi sama dengan kosong cuma bertele-tele membiarkan otak memeras tenaga tanpa bisa mengubah apa-apa Tapi bagaimana jika usaha sebagai aksi sebenarnya sudah terlaksana hanya saja ternyata tidak berharga