Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Episode Penutup Tahun

Matahari terbit dan tenggelam mungkin hanya pertanda hari tapi ini menjadi simbol satuan waktu yang pasti bahwa hidup berjalan tidak berhenti. Maka izinkan saya berterima kasih kepada setiap luka yang menyisakan perih kepada setiap tawa yang pernah dibagi, kepada  setiap air mata yang harus terjadi, kepada  setiap mimpi yang masih dicari, dan kepada setiap jawaban yang hadir di sini. Selamat memulai tahun baru!

Cara Bersama yang Berbeda

Jika diumpamakan mobil dan kamu pengemudinya, Jangan biarkan saya jadi tujuan ke mana kamu berjalan. Jadikan saya penumpang yang duduk di sebelahmu Mengingatkan jika kamu berkendara terlalu cepat atau menerobos lampu merah. Jika kamu adalah sebuah kapal, Jangan biarkan saya jadi pelabuhan terakhir kamu berhenti. Jadikan saya penunjuk arah dan penanda bahaya Memastikan kamu di jalur yang benar sampai nanti tiba pada tempatnya. Jika kamu adalah penulis puisi, Jangan biarkan saya jadi alasan kamu berkarya. Jadikan saya kertas dan pena Menjadi media tempat kamu berkeluh dan tertawa karena yang lainnya. Karena bisa jadi memang begini cara kita bersama Saling mengisi saat hidup terlalu rumit untuk dilalui sendiri Tapi mungkin akan tersisih saat akhirnya kita menemukan teman hidup abadi. Mungkin :)

Hari Itu, Hari Istimewa

Hari itu hari istimewa. Ada yang tidak biasa di sana, di rumah kedua di gang nomor dua. Bangunan yang sudah berusia empat puluh tahun itu disesaki kerabat dan sanak saudara. Bahkan, mereka yang merantau di ibukota juga ikut berkumpul di sana, padat memenuhi setiap lorong dan jeda yang ada. Di antara mereka, beliau hadir dengan gagah tanpa ragu. Tubuhnya tegap mengenakan kemeja putih dengan dasi kelabu, serasi dengan setelan jasnya yang masih baru. Untuk menyempurnakan penampilannya, khusus dikenakanlah sepatu kesayangannya, sepatu yang hanya biasa beliau pakai di momen tertentu seperti hari itu: hari di mana semua orang datang untuk bertemu. Kami adalah salah satu dari yang datang dari jauh untuk berjumpa. Tapi karena hari itu hari istimewa, pemandangannya serba berbeda. Kami tidak lagi menemukan beliau duduk di teras depan sambil menikmati suara burung seperti biasa. Ratusan pot tanaman hijau kesayangannya kini juga makin semarak dengan berbagai bunga yang sebelumnya tidak pe

Sapaan Malam

"Permisi", suara lirih memecah keheningan. Tuan Bulan mengintip dari balik malam, heran. Dilihatnya sesosok bayangan, sedikit familiar tapi masih diraba-raba dalam ingatan. Perlahan Tuan Bulan memastikan pengelihatannya. Di balik kaca kecil pondok sederhana, terduduklah sang pemilik suara. Tuan Bulan terkejut bukan main mengenalinya. Gadis Kecil di pinggir jendela! Gadis Kecil, yang kini sudah dewasa! Tidak bertemu selama lima tahun tentu bukan masa yang sebentar. Tuan Bulan sadar, bertanya apa kabar hanyalah basa basi yang cuma membuat semua makin pudar. Terlalu banyak senyum terpaksa yang akan diumbar. Terlalu banyak kebencian yang menunggu untuk disebar. Dari pengamatannya, Tuan Bulan yakin sekarang pasti Gadis Kecilnya sedang menghadapi badai yang besar. Makanya Ia pun hanya membelainya hangat dalam cahaya redup yang terpendar. Mata di hadapannya sebenarnya tidak pernah berubah. Membulat dan bersinar, tapi kini semakin lemah.Mungkin hidup terlalu keras menempanya hi

Jangan Menyerah Katanya

"Jangan menyerah" " What doesn't kill you makes you stronger " "Lo kuat, pasti bisa" Begitulah kira-kira sekian dari jutaan kalimat motivasi yang dulu menjadi senjata ketika saya merasa terpuruk dan tersesat di rimba kehidupan. Itu klise, memang. Tapi karena orang-orang terdekat selalu menanamkannya, sekarang diri saya sudah begitu menyatu dan berusaha meresapinya sepenuh hati. Dengan segala cara pikir tersebut, "bertahan" seakan menjadi pilihan paling heroik yang bisa saya lakukan. Menjadi "pejuang" mulai didefinisikan sebagai "hadapi walaupun harus setengah mati". Saya pun menjadi pengikut sejati suatu peribahasa yang bilang, "bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian". Lihat, saya tidak menyerah. I AM stronger . Saya bisa kok, kan saya kuat. Sayangnya, dengan kondisi sekarang, sepertinya kegigihan ini mulai salah makna. Semua justru mempertanyakan kenapa harus menikmati menderita. Semua memi

Menu Hari Ini

Kali ini kamu memilih teri. Diselingi dengan ayam goreng dan sambal terasi. Sederhana, tapi membantu menambah variasi dari kehidupan nyata yang monoton dan tanpa henti. Lain waktu kamu hanya mengambil tahu. Dengan sedikit siraman kuah labu, menyantapnya datar sekadar mengisi waktu. Terlihat jelas itu bukan favoritmu. Ketika ada perayaan besar, daging panggang mewah terhidang bersama pendamping saus tartar. Kamu menikmatinya dengan sabar, memotongnya perlahan agar tidak cepat habis tanpa sadar. Satu hal yang selalu saya perhatikan, selalu ada nasi putih yang jadi pasangan. Apapun yang jadi pilihan, nasi putihmu dengan setia menemani setiap suapan. Saya percaya kamu tidak lupa dengan kehadirannya. Kamu hanya terlalu terbiasa ia ada. Kamu percaya dan tahu pasti ia akan selalu di sana, tanpa kamu minta. Mendengarkan keluhanmu tentang masakan yang kurang asin, Tersenyum melihatmu menghabiskan sayur dengan lahap, Tertawa diam-diam atas perjuanganmu melawan duri halus dalam ikan ka

Malam Kelam, Diam.

Kali ini ia hanya duduk di pinggir jendela, menikmati malam di dalam secangkir kopi hitam. Perlahan diaduknya cairan penuh kafein yang sudah mendingin, sekadar membentuk pusaran agar tidak membosankan. Tidak ada suara. Hanya denting besi sendok beradu dengan melamin murahan yang jadi pasangannya. Kali ini ia hanya duduk di pinggir jendela, menikmati kelam di dalam secangkir kopi hitam. Perlahan diketuknya kenangan yang sudah berkarat tersimpan, sekadar memastikan mereka masih ada dan tidak lenyap dimakan zaman. Tidak ada kejutan. Hanya putaran video lama berulang-ulang dengan luka dan tawa yang sama. Kali ini ia masih duduk di pinggir jendela, menikmati diam di dalam secangkir kopi hitam. Perlahan dipanggilnya jiwa yang sedang melanglang buana entah di mana. .. tidak ada balasan.. Maka kini ia pun tetap terduduk di pinggir jendela. Tanpa nyawa. -tulisan acak pada salah satu malam bulan sabit

Mungkin

Mungkin harusnya sesederhana itu. Sesederhana menulis tanpa berpikir. Membiarkan jari-jari menekan tuts merangkai huruf menjadi diksi. Membiarkan logika berbaur dengan imajinasi dan membentuk fiksi, membangun kerangka cerita yang seakan nyata padahal fana, atau sebaliknya: seakan dongeng padahal harap.

Sepenggal Kisah dari Buniayu (part II)

..lanjutan dari sini :) Panggilan bangun pagi dari para guide di Buniayu yang berkabut menandakan dimulainya petualangan uji nyali (untuk saya). Saya dan teman-teman terbangun dengan menggigil hebat, terlebih di malam sebelumnya kami underestimate udara di sana yang memang tidak dingin saat kami tidur. Kami lupa tempat tidur kami hanya berdindingkan anyaman bambu dan "pintu tanpa daun pintu". Kurang lebih setengah jam kami mempersiapkan fisik dan mental sampai akhirnya berganti kostum untuk memulai petualangan sebenarnya. Badan saya masih menggigil, tapi sepertinya bukan lagi karena suhu udara tetapi karena rasa takut yang menyergap. Sepanjang jalan ketegangan saya semakin meningkat sampai Max, salah satu sahabat, berpesan: "walaupun takut jangan lupa napas ya!" Benar saja, sesampainya di mulut goa, napas saya sudah tidak beraturan. Goa ini berada tepat di bawah kaki, dan lubang yang bisa dilalui tidak selebar itu. Kami akan masuk dengan bergantung pad

Sepenggal Kisah dari Buniayu (part I)

" You never know how strong you are, until being strong is your only choice " -Bob Marley Kutipan di atas mungkin terkesan berlebihan, tapi kalimat tersebut adalah motivasi terbesar saya untuk mengikuti perjalanan yang akan saya kisahkan kali ini. Cerita ini tentang liburan singkat pada akhir pekan yang terselip di antara padatnya lembur di kantor, tentang 48 jam yang saya habiskan dengan 8 orang hebat, tentang renungan yang tertinggal dan membekas lebih lama dan lebih dalam dibandingkan lebam, nyeri otot, dan gejala flu berat yang tersisa setelahnya. Goa Buniayu, Sukabumi, Jawa Barat. Tujuan yang terdengar eksotis, bukan? Apalagi untuk yang kenal saya secara pribadi.. hahaha. Benar-benar butuh keberanian ekstra sebelum saya memutuskan untuk mengikutinya. Perjalanan dimulai dengan kereta api Jakarta-Bogor-Sukabumi. Ini pertama kalinya saya naik kereta ekonomi duduk ke luar kota, dan pas sekali saya "terdampar" di gerbong terpisah dengan teman-teman yang

Garis dan Lembaran Putih

Umpamakan setiap orang adalah garis dan dunia adalah lembaran putih. Seperti hakikatnya, garis adalah pertemuan dua titik. Begitu juga kita. Kita memulainya dari titik mula, titik di mana kita pertama hadir di kertas ini, lalu selesai di titik akhir, titik di mana kita lenyap dan pergi. Cerita yang kita punya berada di antara kedua titik itu. Kenangan indah, mimpi buruk, kisah yang selalu ingin kita ulang, aib yang selalu ingin kita lupakan, semua berada di antaranya. Mungkin ini yang menjadikan mustahil untuk menghapus sejarah. Karena kita harus menjadi garis, bukan garis putus-putus. Apa yang ada, suka tidak suka, begitulah adanya. Setiap hal yang kita lakukan menjejak dan membentuk satu garis, membawa diri kita mendekati ujungnya. Seperti hakikatnya, garis adalah pertemuan dua titik. Begitu juga kita. Begitu juga saya, dan kamu, dan semuanya. Selagi sibuk menelusuri arah sampai ke titik akhir, bertemulah garis kita semua. Bisa jadi hanya sekali beririsan, kem