Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2009

Malam Iri?

Ya, mungkin malam cuma iri. Iri melihat awan bercengkerama dengan matahari. Menangkis angin, menahan kelompok burung yang terbang menari. Atau malam cuma tak peduli? Bintang tak diizinkan lagi hadir di sini. Membuat semua sepi. Membiarkan gadis kecil tertidur tanpa mimpi.

Don't know why, but..

Saya selalu percaya, semua benda mati punya bahasa. Kursi bisa aja berbisik kepada meja, ngomongin betapa munafiknya manusia. Saya selalu percaya, ada saya yang lain di diri saya. Dan itu menjelaskan kenapa saya sering nggak sadar akan apa yang sedang saya lakuin. Saya selalu percaya, surga itu ada. Bagaimanapun wujudnya, saya yakin ada. Saya selalu percaya, mimpi dalam tidur itu akan terjadi, suatu hari. Dan itu yang bikin saya senang setiap saya mimpi bagus dan sedih berkepanjangan saat mimpi saya buruk. Saya selalu percaya, di luar Bimasakti ada Bumi yang lain. Mereka juga berpikir hal yang sama kayak manusia di dunia yang saya tinggalin ini. Saya selalu percaya, ada negeri di atas awan. Ini impian masa kecil saya yang terus membantu saya berimajinasi kalo lagi suntuk. Saya selalu percaya, memaafkan itu memudahkan segalanya. Tapi akhir-akhir ini kata maaf terlalu biasa dan jadi nggak ada artinya. Saya selalu percaya, Tuhan mendengar doa s

Random Questions

"Apa rasanya waktu saya di dalem perut ibu?" "Kalo saya nggak dilahirin di dunia saya jadi apa?" "Kalo saya muncul jadi orang lain, hidup saya bakal gimana?" "Kalo Newton nggak mikir tentang gravitasi, anak SMA jaman sekarang belajar fisika apa?" "Apa yang muncul di otak Albert Einstein waktu mikir tentang foton dan persamaan populer itu?" "Kenapa Tuhan pengen saya lahir di sini?" "Apa yang diomongin sama benda-benda kayak sepatu, laptop, kacamata tentang saya?" "Gimana rasanya jadi semut yang super kecil dan harus jalan super jauh?" "Baju-baju saya iri nggak kalo saya lebih suka pake baju yang lain?" "Apa yang dirasain sama orang yang nggak bisa ngeliat?" "Melahirkan bakal sesakit apa?" "Saya bakal nikah sama siapa?" "Nanti saya bakal bisa kayak keluarga saya sekarang apa nggak?" "Tuhan bosen nggak ya karena saya selalu minta

Kenapa

Semua selalu ada akhirnya. Saya tau, dan saya yakin semua orang juga pasti tau. Dan di saat saya lagi sangat emosional ini banyak pikiran yang muncul di kepala saya. Banyak "kenapa" disertai tanda tanya yang minta untuk dijawab alasannya. Kenapa saya nggak bisa nggak sedih, padahal saya juga pernah ngerasain hal yang sama dan saya yakin nanti akan selalu ada hal yang sama sampai hidup saya sendiri yang berakhir. Dan saya juga selalu nggak habis pikir kenapa kita selalu berusaha bikin kenangan yang bagus sementara kita tahu pas semuanya selesai, good memories itu justru senjata paling mematikan yang bikin sangat makan hati kalo diinget-inget lagi. Kenapa?

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih,

Letters to You

"Tuhan, ini saya. Saya yakin pasti Kamu bertanya-tanya ada masalah apa lagi sehingga saya memanggil-Mu. Dan lalu akan bertanya hal apa lagi yang ingin saya keluhkan, dan berikutnya apa lagi yang saya inginkan.. Karena saya tau, saya begitu kurang ajarnya hanya mencari-Mu di saat seperti ini.. Tapi memang, lagi, saya di sini memang ingin memanggil-Mu. Ya, mungkin sedikit mengeluh, hehe. Maaf ya Tuhan, saya tidak bermaksud menyusahkan. Saya cuma ingin punya teman bicara, dan saat ini saya ingin bicara dengan-Mu. Saya mungkin tidak bisa mendengar suara-Mu, Tuhan. Tapi tidak apa kok. Saya senang bisa bicara seperti ini. Karena saya tau pasti Kau akan menjawab saya, meski bukan dengan kata-kata tapi dengan tanda-tanda. Saya tau pasti Kau tetap akan mendengarkan saya, meski saya bercerita panjang lebar dan mungkin sudah sering sekali saya mengeluhkan hal yang sama. Tapi selain itu saya juga ingin bercerita banyak sekali, Tuhan. Tentang hari-hari yang saya lewati sekarang,

Bukan Video

Setiap orang pasti pernah menyesal, entah itu perkara besar atau hal yang sangat kecil. Dan biasanya penyesalan itu berasal dari hal yang kurang enak, yang kemudian menimbulkan perasaan bersalah dan nggak jarang juga menyalahkan diri sendiri. Saya termasuk orang yang sering menyesal. Bahkan dari hal yang kecil. Nggak jarang setelah saya mengucapkan suatu kata yang kurang berkenan (bukan cuma ungkapan kasar, tapi juga misalnya ketika saya menjawab pertanyaan orang dengan juteknya) saya pun menyesal beberapa detik kemudian. Begitu juga dalam keputusan besar, saya butuh waktu untuk meyakinkan diri kalo jalan yang saya ambil udah yang terbaik. Saya tau, semua orang juga tau, nggak enak rasanya ketika suatu kejadian yang udah lewat, masih terus berputar di kepala dan membuat suatu if statement. "coba gue waktu itu gini ..." atau "ah, kenapa sih gue harus gitu..." Nggak enak rasanya ketika suatu kesalahan yang udah diperbuat, terus ngejar-ngejar kita da

Tour de Java

Akhirnya, I'm home! Ternyata kadang-kadang rumah bisa jadi sangat menyenangkan ya. Hehe. Jadi ceritanya saya baru pulang dari Jawa Tengah nih, niatnya kan cuma ke Solo menengok eyang, tapi ternyata perhentiannya banyak banget. Jadi di hari pertama saya berangkat dari Jakarta emang udah agak siang, jam 1an gitu. Saya sekeluarga emang udah biasa bermobil ke Solo, tapi untuk yang ini baru pertama kalinya kita lewat jalur selatan. Ternyata jalur selatan tuh beda banget sama Pantura. Jalannya kelok-kelok, bikin mual. Jarang ada toilet lagi, mana kalo gelap tuh ya beneran gelap dan berbahaya. Jadi yaaa.. susah deh pokoknya. Perhentian pertama kita adalah Purwokerto . Kami baru sampe hotel jam setengah 2an pagi setelah melewati perjalanan yang panjang sekali. Ngantuk banget, mual, bokap ngomel-ngomel pula. Lengkap deh capeknya. Niatnya siangnya kita mau ke Baturaden , tapi karena ternyata nggak sedekat yang kami kira, akhirnya abis breakfast kita langsung checkout dan menuju perhentian ke

Filosofi laut (part 2)

sambungan dari: filosofi laut (2006) img searched by google Akhirnya tiga taun udah saya abisin untuk berenang di laut ini sebagai ikan. Ikan kecil yang juga ketemu dengan segerombolan ikan kecil yang lain. Bareng-bareng menelu suri tempat yang penuh kejutan, yang tiba-tiba ada badai dan tiba-tiba tenang lagi. Tahun pertama, tahun kedua. Masing-masing punya cerita sendiri. Kita udah mulai bisa menentukan gerombolan mana yang bisa kita ikutin, yang bisa bantu kita dan bareng-bareng berenang beriringan. Kita juga udah mulai tau busuk-busuknya di balik karang-karang itu. Tahun kedua bagi saya adalah fase di mana saya udah di tengah-tengah, memutuskan untuk ikut arus menuju tujuan akhir karena udah terlambat untuk mundur dan balik ke belakang. Perjalanan yang cukup panjang dan saya nikmati meskipun cukup menghabiskan energi. Tapi tahun ketiga semua seperti terlalu cepat. Arus begitu hebat dan memaksa saya ikut berenang lebih kuat. Melihat kanan-kiri, teman seperjuangan udah berenan

What do you think

S aya baru sadar kalo saya ternyata sangat gampang kebawa trend. No, no, I don't mean fashion and those kinda stuffs. What I mentioned here is: cyber-social network . Looks familiar, huh? Zaman sekarang rasanya eksistensi orang nggak cuma diitung dari panjangnya meja kantin yang mereka butuhin buat makan bareng se-geng nya ( notes: no offense ), atau banyaknya vote dari adek kelas pas polling majalah sekolah "kakak ter-...". Keberadaan di dunia maya juga dipertanyakan. Coba deh, kalo ada yg kenalan, pasti nggak berapa lama bakal nanya: " punya facebook nggak? " atau " ada msn nggak? " Jawaban negatif dari pertanyaan ini bakal mengundang pemikiran yang setara dengan: " hari gini nggak punya handphone? " Pergaulan sekarang udah meluas. Dulu orang cari temen lewat surat, cari sahabat pena. Beberapa waktu kemudian, HP udah jadi pegangan wajib bahkan merambah ke babysitter dan anak TK. Pacaran pun dimulai dengan kenalan lewat sms-an. Seka

Painter of Life

img searched in Google saya baru baca notes dari temen SMP saya , namanya Vincent. Tapi kita manggil dia Opaz. I won't talk about him but the notes itself. saya copy aja yaa: "Suatu hari ada pelukis yang sedang menyelesaikan gambarnya di atap suatu gedung tinggi. Lukisannya sangat indah, menggambarkan pemandangan langit dan seisi kota. Di sekitarnya juga ada orang-orang lain yang ikut melukis. Mereka juga mengagumi kepiawaian sang pelukis tadi. Ketika gambar sang pelukis hampir jadi, ia mundur untuk melihatnya dari jauh. Mundur, mundur, semakin lama semakin jauh. Ia tidak sadar bahwa selangkah lagi ia bisa terjatuh dari gedung tinggi itu. Seseorang yang sedang memperhatikan lukisannya tersadar akan bahaya tersebut. Namun ia berpikir, jika ia berteriak siapa tahu justru sang pelukis akan terjatuh karena kaget. Oleh karena itu ia mengambil kuas dan mencoret-coret lukisan sang pelukis. Tentu saja sang pelukis marah, ia pun berlari dan hampir memukul orang itu. Tapi setelah t

Hujan

Hujan bukan cuma punya langit. Dingin bukan cuma punya malam. Malam ini hujan lagi, deras. Dingin lagi menggigit, menggigil. Percuma diri berpayung, hujan sendiri lebih deras. Lebih dingin, lebih pekat dari gelap. Jakarta, 01 Feb 09