Langsung ke konten utama

Intermezzo

Beberapa minggu ini adalah minggu supersibuk untuk sebagian besar (atau tepatnya, semua) mahasiswa di kampus saya. Di saat anak-anak kampus lain udah berleha-leha libur atau udah bilang "minggu ini terakhir UAS!", saya dan teman-teman senasib masih harus menghabiskan malam bersama menyusun makalah dan segala hal lainnya.

Nggak jarang pada akhirnya saya ngabisin hari-hari saya demi tugas. Bahkan weekend juga! Efeknya sih, saya akhirnya ansos banget nggak bisa ikut temen-temen saya pada pergi jalan-jalan..

Capek? PASTI.

Rasanya semua deadline menumpuk -dan memang menumpuk!- dan saya udah nggak tau lagi harus membagi waktu kayak apa. Skill time management yang mungkin dulu bisa jadi andalan ternyata sekarang nggak ada apa-apanya. Kemampuan organizing yang rapi dan berhasil menciptakan agenda pribadi yang lucu itu jadi sekedar tulisan biasa yang bahkan saya lupa buka pada akhirnya.

Tapi walaupun saya mengeluh kelelahan, menyumpahi tanggal dan hari yang berlalu terlalu cepat, saya masih bisa menikmati kehidupan sibuk ini. Aneh kayaknya. Tapi nggak tau kenapa saya itu lebih suka ada di situasi di mana saya harus ngerjain sesuatu daripada diem nggak ada kerjaan.

Kayaknya sensasi panik dikejar deadline dan semangat untuk ngerjain sampe titik batas penghabisan itu membangkitkan adrenalin. Hahaha.

Dan untungnya, kelompok-kelompok kerja yang saya tempati juga menyenangkan sekali.. Sayang rasanya harus pisah dengan mereka dan dengan kelas 1B ini di tahun depan. Haha jadi melankolis.

Hmm sepertinya tulisan saya ini tanggung banget ya. Maaf deh.. Saya lagi penat banget habis liat angka melulu bikin makalah. Tapi sepertinya saya harus balik ke Ms. Word, jadii...... selamat berlibur teman-teman (yang libur!)

Komentar

ikiika mengatakan…
samaaa. kalo udah mepet jadi seru-seru seneng gitu ya tik. GAHAHA.
7 juli gw balik nih. jalan2 yuk. larissa juga lagi balik tuh.
benedikta atika mengatakan…
iya bangett ka! kayak ada rush nya gimana gitu. hahaa.
iya ayo tapi aku ujian dulu nih. mgkn tgl belasan juli baru selesai ka hehe kabar2in yaaa nanti.

Postingan populer dari blog ini

What do you think

S aya baru sadar kalo saya ternyata sangat gampang kebawa trend. No, no, I don't mean fashion and those kinda stuffs. What I mentioned here is: cyber-social network . Looks familiar, huh? Zaman sekarang rasanya eksistensi orang nggak cuma diitung dari panjangnya meja kantin yang mereka butuhin buat makan bareng se-geng nya ( notes: no offense ), atau banyaknya vote dari adek kelas pas polling majalah sekolah "kakak ter-...". Keberadaan di dunia maya juga dipertanyakan. Coba deh, kalo ada yg kenalan, pasti nggak berapa lama bakal nanya: " punya facebook nggak? " atau " ada msn nggak? " Jawaban negatif dari pertanyaan ini bakal mengundang pemikiran yang setara dengan: " hari gini nggak punya handphone? " Pergaulan sekarang udah meluas. Dulu orang cari temen lewat surat, cari sahabat pena. Beberapa waktu kemudian, HP udah jadi pegangan wajib bahkan merambah ke babysitter dan anak TK. Pacaran pun dimulai dengan kenalan lewat sms-an. Seka...

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih, ...

Menantang Hujan

Selama ini ia benci Hujan. Ia beli payung berbagai ukuran, jas hujan dengan warna menawan,  sepatu anti air dengan kualitas tak diragukan. Lalu kemudian Hujan tidak datang selama beberapa pekan. Sial, lalu apa gunanya semua perlengkapan? Ia pikir ia benci Hujan. Memang, tapi bukan dalam bentuk "tanpa pertemuan". Ia perlu Hujan. Untuk dilawan. _____________________________________ Kebon Sirih, 27 Februari 2015 di penghujung musim penghujan