Langsung ke konten utama

Painter of Life

img searched in Google

saya baru baca notes dari temen SMP saya, namanya Vincent. Tapi kita manggil dia Opaz. I won't talk about him but the notes itself. saya copy aja yaa:

"Suatu hari ada pelukis yang sedang menyelesaikan gambarnya di atap suatu gedung tinggi. Lukisannya sangat indah, menggambarkan pemandangan langit dan seisi kota. Di sekitarnya juga ada orang-orang lain yang ikut melukis. Mereka juga mengagumi kepiawaian sang pelukis tadi.Ketika gambar sang pelukis hampir jadi, ia mundur untuk melihatnya dari jauh. Mundur, mundur, semakin lama semakin jauh. Ia tidak sadar bahwa selangkah lagi ia bisa terjatuh dari gedung tinggi itu.Seseorang yang sedang memperhatikan lukisannya tersadar akan bahaya tersebut. Namun ia berpikir, jika ia berteriak siapa tahu justru sang pelukis akan terjatuh karena kaget. Oleh karena itu ia mengambil kuas dan mencoret-coret lukisan sang pelukis. Tentu saja sang pelukis marah, ia pun berlari dan hampir memukul orang itu. Tapi setelah tahu akan maksud dari perbuatannya, ia pun berterima kasih karena ia tidak jadi terjatuh."


Arti dari ceritanya,

kalo sebenernya pelukis itu kita sendiri, lukisan itu harapan kita, dan orang yang mencoret itu Tuhan Yang Di Atas Sana. Bahwa mungkin kita udah melukiskan masa depan kita seindah mungkin, semua cita-cita kita, semua harapan. Udah kita atur sesuai rencana kita. Tapi ternyata semuanya harus hancur gitu aja dan kita ngerasa bahwa lukisan kita dicoret-coret sama Dia. Wajar kalo kita marah, tapi kita harus mikir. Tuhan pasti punya maksud yang lebih baik, yang menyelamatkan kita dari sesuatu.


Pas saya baca itu, saya bener-bener tersadar. Mungkin udah jutaan kali saya dibilangin "God knows the best". Tapi tetep aja, setiap hari saya dapet segala hal yang menurut saya gagal, setiap hari itu juga saya tersadarkan. Dan mungkin, sekarang gue udah bisa bilang : "Wherever tomorrow brings, I'll be there, God"

Komentar

Azarine Kyla Arinta mengatakan…
bagus banget post nya atika..
membuat gue merenung. hehhe.
sok2 an banget gue merenung2 wakaka.
benedikta atika mengatakan…
haha iya gw juga jadi merenung begitu rinta hehe. doakan kami yg uan di sini yaaaa.

Postingan populer dari blog ini

Pemanasan

Sebentar lagi kuartal kedua akan dimulai. Saya lupa saya punya ruang ini, tempat di mana saya bicara sendiri dengan sedikit berharap ada pembaca mengerti tapi pura-pura tidak peduli dan tidak perlu dikonfrontasi. Ironis memang; sengaja membuka eksistensi tapi tidak percaya diri, memilih untuk ditemukan dalam ranah maya tapi memilih berkisah dalam metafora. Lalu kemudian saya menulis ini, memilih cara begini dengan membagi prosa dalam spasi menjadi seakan puisi. Padahal, isinya hanya rangkaian kalimat tak berinti, tumpahan kata yang sulit berhenti, tapi terlalu sayang untuk disimpan dalam hati. ------------------------------------ Dua hari sebelum kuartal satu ditutup Rumah, 2016

Menantang Hujan

Selama ini ia benci Hujan. Ia beli payung berbagai ukuran, jas hujan dengan warna menawan,  sepatu anti air dengan kualitas tak diragukan. Lalu kemudian Hujan tidak datang selama beberapa pekan. Sial, lalu apa gunanya semua perlengkapan? Ia pikir ia benci Hujan. Memang, tapi bukan dalam bentuk "tanpa pertemuan". Ia perlu Hujan. Untuk dilawan. _____________________________________ Kebon Sirih, 27 Februari 2015 di penghujung musim penghujan

Teruntuk Rumput

Teruntuk Rumput di sana, semoga tetap sedia untuk berjalan bersama. Salam, Embun ______________________________________________ Pada suatu hari Rumah, 24 Januari 2015