Langsung ke konten utama

Filosofi laut (part 2)

sambungan dari: filosofi laut (2006)

img searched by google

Akhirnya tiga taun udah saya abisin untuk berenang di laut ini sebagai ikan. Ikan kecil yang juga ketemu dengan segerombolan ikan kecil yang lain. Bareng-bareng menelusuri tempat yang penuh kejutan, yang tiba-tiba ada badai dan tiba-tiba tenang lagi.

Tahun pertama, tahun kedua. Masing-masing punya cerita sendiri. Kita udah mulai bisa menentukan gerombolan mana yang bisa kita ikutin, yang bisa bantu kita dan bareng-bareng berenang beriringan. Kita juga udah mulai tau busuk-busuknya di balik karang-karang itu. Tahun kedua bagi saya adalah fase di mana saya udah di tengah-tengah, memutuskan untuk ikut arus menuju tujuan akhir karena udah terlambat untuk mundur dan balik ke belakang. Perjalanan yang cukup panjang dan saya nikmati meskipun cukup menghabiskan energi.

Tapi tahun ketiga semua seperti terlalu cepat. Arus begitu hebat dan memaksa saya ikut berenang lebih kuat. Melihat kanan-kiri, teman seperjuangan udah berenang jauh di depan, akan tertinggal kalo saya nggak lebih berjuang. Yang lebih sulit adalah ketika terjadi pergantian kemudi kapal. Hal tersebut ikut bikin ritme kami berubah. Sayangnya semua terlalu mendadak, di saat kami butuh penuntun kami justru harus adaptasi lagi dengan semuanya.

Arus terlalu kuat.

Waktu berputar cepat!

Mungkin kita bersarang di karang yang berbeda. Tapi ternyata tujuan kita sama. Samudera !

Maaf. Ternyata saya salah, laut saya belum seberapa. Di depan saya membentang samudera yang lebih luas, penghubung antarbenua dari berbagai belahan dunia. Saya udah di ujung dan sudah mengucapkan "semoga berhasil" untuk teman seperjuangan yang udah berenang di tempatnya sendiri.

Dan saya?

Saya masih berhenti sejanak, menunggu beberapa hari lagi sampai arus ini membawa saya ke tempat yang terbaik.



dedicated to my 2009: Our journey is over but the memories will last forever

Komentar

DUNIA POLAR mengatakan…
bagus bangett, td kirain ini laut beneran,huehehe....
semangat yahhh berenangnya menuju samudra,ciayooo...
eh boleh tau fb u nggak??
Tea mengatakan…
emang lo paling jago dah bikin gini-ginian tik haha
Anonim mengatakan…
yah sejauh apapun berenang ke samudera manapun harus tetep inget laut yang udah kita tinggalin ya tik... terutama ikan-ikan angkatan 2009... haha...
Jeffry Haryanto mengatakan…
bersiaplah menghadapi samudera itu hehe
benedikta atika mengatakan…
hahaha iya nih, hidup itu keras ya (lho? ga nyambung gw ahaha)

Postingan populer dari blog ini

Pemanasan

Sebentar lagi kuartal kedua akan dimulai. Saya lupa saya punya ruang ini, tempat di mana saya bicara sendiri dengan sedikit berharap ada pembaca mengerti tapi pura-pura tidak peduli dan tidak perlu dikonfrontasi. Ironis memang; sengaja membuka eksistensi tapi tidak percaya diri, memilih untuk ditemukan dalam ranah maya tapi memilih berkisah dalam metafora. Lalu kemudian saya menulis ini, memilih cara begini dengan membagi prosa dalam spasi menjadi seakan puisi. Padahal, isinya hanya rangkaian kalimat tak berinti, tumpahan kata yang sulit berhenti, tapi terlalu sayang untuk disimpan dalam hati. ------------------------------------ Dua hari sebelum kuartal satu ditutup Rumah, 2016

Menantang Hujan

Selama ini ia benci Hujan. Ia beli payung berbagai ukuran, jas hujan dengan warna menawan,  sepatu anti air dengan kualitas tak diragukan. Lalu kemudian Hujan tidak datang selama beberapa pekan. Sial, lalu apa gunanya semua perlengkapan? Ia pikir ia benci Hujan. Memang, tapi bukan dalam bentuk "tanpa pertemuan". Ia perlu Hujan. Untuk dilawan. _____________________________________ Kebon Sirih, 27 Februari 2015 di penghujung musim penghujan

Teruntuk Rumput

Teruntuk Rumput di sana, semoga tetap sedia untuk berjalan bersama. Salam, Embun ______________________________________________ Pada suatu hari Rumah, 24 Januari 2015