Langsung ke konten utama

Letters to You

"Tuhan, ini saya. Saya yakin pasti Kamu bertanya-tanya ada masalah apa lagi sehingga saya memanggil-Mu. Dan lalu akan bertanya hal apa lagi yang ingin saya keluhkan, dan berikutnya apa lagi yang saya inginkan..

Karena saya tau, saya begitu kurang ajarnya hanya mencari-Mu di saat seperti ini..

Tapi memang, lagi, saya di sini memang ingin memanggil-Mu. Ya, mungkin sedikit mengeluh, hehe. Maaf ya Tuhan, saya tidak bermaksud menyusahkan. Saya cuma ingin punya teman bicara, dan saat ini saya ingin bicara dengan-Mu.

Saya mungkin tidak bisa mendengar suara-Mu, Tuhan. Tapi tidak apa kok. Saya senang bisa bicara seperti ini. Karena saya tau pasti Kau akan menjawab saya, meski bukan dengan kata-kata tapi dengan tanda-tanda. Saya tau pasti Kau tetap akan mendengarkan saya, meski saya bercerita panjang lebar dan mungkin sudah sering sekali saya mengeluhkan hal yang sama.

Tapi selain itu saya juga ingin bercerita banyak sekali, Tuhan. Tentang hari-hari yang saya lewati sekarang, tentang mimpi-mimpi apa yang muncul kala saya tidur tiap malam, tentang harapan-harapan yang saya ingin wujudkan..

Saya cuma ingin punya teman bicara,
dan saat ini saya ingin bicara dengan-Mu.

Bolehkah? :) "


Komentar

Pande Gde Suryadiatmika mengatakan…
Boleh.....
ada masalah apaan nech Tika? aku panggil kamu Tika aja yah...
oh ya... Tika Boleh kok Share ma aku.. Namaku Radhitya Deva...
di tunggu Umpan BAliknya....
Inget ninggalin coment and follow aku ya... Hehe he hehe....
link ku da di shout box mu... cahyao!!!!!!
benedikta atika mengatakan…
iya terimakasih, salam kenal :)

Postingan populer dari blog ini

What do you think

S aya baru sadar kalo saya ternyata sangat gampang kebawa trend. No, no, I don't mean fashion and those kinda stuffs. What I mentioned here is: cyber-social network . Looks familiar, huh? Zaman sekarang rasanya eksistensi orang nggak cuma diitung dari panjangnya meja kantin yang mereka butuhin buat makan bareng se-geng nya ( notes: no offense ), atau banyaknya vote dari adek kelas pas polling majalah sekolah "kakak ter-...". Keberadaan di dunia maya juga dipertanyakan. Coba deh, kalo ada yg kenalan, pasti nggak berapa lama bakal nanya: " punya facebook nggak? " atau " ada msn nggak? " Jawaban negatif dari pertanyaan ini bakal mengundang pemikiran yang setara dengan: " hari gini nggak punya handphone? " Pergaulan sekarang udah meluas. Dulu orang cari temen lewat surat, cari sahabat pena. Beberapa waktu kemudian, HP udah jadi pegangan wajib bahkan merambah ke babysitter dan anak TK. Pacaran pun dimulai dengan kenalan lewat sms-an. Seka...

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih, ...

Pemanasan

Sebentar lagi kuartal kedua akan dimulai. Saya lupa saya punya ruang ini, tempat di mana saya bicara sendiri dengan sedikit berharap ada pembaca mengerti tapi pura-pura tidak peduli dan tidak perlu dikonfrontasi. Ironis memang; sengaja membuka eksistensi tapi tidak percaya diri, memilih untuk ditemukan dalam ranah maya tapi memilih berkisah dalam metafora. Lalu kemudian saya menulis ini, memilih cara begini dengan membagi prosa dalam spasi menjadi seakan puisi. Padahal, isinya hanya rangkaian kalimat tak berinti, tumpahan kata yang sulit berhenti, tapi terlalu sayang untuk disimpan dalam hati. ------------------------------------ Dua hari sebelum kuartal satu ditutup Rumah, 2016