Langsung ke konten utama

Sepenggal Kisah dari Buniayu (part I)

"You never know how strong you are, until being strong is your only choice"
-Bob Marley


Kutipan di atas mungkin terkesan berlebihan, tapi kalimat tersebut adalah motivasi terbesar saya untuk mengikuti perjalanan yang akan saya kisahkan kali ini. Cerita ini tentang liburan singkat pada akhir pekan yang terselip di antara padatnya lembur di kantor, tentang 48 jam yang saya habiskan dengan 8 orang hebat, tentang renungan yang tertinggal dan membekas lebih lama dan lebih dalam dibandingkan lebam, nyeri otot, dan gejala flu berat yang tersisa setelahnya.

Goa Buniayu, Sukabumi, Jawa Barat. Tujuan yang terdengar eksotis, bukan? Apalagi untuk yang kenal saya secara pribadi.. hahaha. Benar-benar butuh keberanian ekstra sebelum saya memutuskan untuk mengikutinya.

Perjalanan dimulai dengan kereta api Jakarta-Bogor-Sukabumi. Ini pertama kalinya saya naik kereta ekonomi duduk ke luar kota, dan pas sekali saya "terdampar" di gerbong terpisah dengan teman-teman yang lain. Baiklah, ambil hikmahnya: total perjalanan selama hampir 4 jam saya nikmati dengan tidur tanpa gengsi dengan kanan kiri :D

Singkat cerita, setelah bertemu dengan teman-teman yang lain di Sukabumi dan berganti moda transportasi, kami langsung menuju lokasi. Beruntung, dua hari kami di Buniayu sangat cukup untuk menelusuri dua goa yang berbeda: Goa Angin dan Goa Siluman. Goa Angin adalah goa horizontal yang bisa dilalui hanya bermodalkan sepatu boots, helm, dan headlamp. Bisa dikatakan, track ini masih "pemanasan". Meskipun demikian, kami harus menuruni anak tangga yang cukup banyak dan agak licin, plus bertemu dengan serangga dan penunggu goa lainnya seperti kelelawar. Sekitar enam puluh menit yang kami habiskan di sini sudah cukup memperlebar batas toleransi orang-orang OCD** terhadap lumpur. Saya yang tadinya sok pakai sarung tangan akhirnya menyerah dan pasrah menancapkan jari-jari di lumpur super tebal supaya tidak terpeleset.


Menuju Goa Angin


Saat masuk ke dalam goa dan dihadapkan dengan bebatuan besar dan suara aliran air, pikiran saya langsung sibuk bercengkerama. "Gimana ya manusia yang hidup di dalam goa? Apa yang mereka rasakan saat melihat cahaya?" "Hewan di sini katanya buta, hebat juga mereka bisa bertahan.." Masih banyak pemikiran random yang berkecamuk di otak saya. Intinya satu, semua berujung pada rasa syukur berlimpah kepada Sang Pencipta.

Sisa waktu sekitar 20 jam sebelum hari berganti kami habiskan dengan makan, bermain kartu, dan tidur di saung terbuka di mana angin lalu lalang dengan enaknya. Pukul 06.00 pagi hari berikutnya kami pun dibangunkan untuk sarapan dan bersiap. Sejak itu, petualangan dimulai!

berlanjut di post ini:)

*info tentang Buniayu antara lain bisa dilihat di:http://www.buniayucave.com/
http://www.indonesiangeographic.com/destination/Buniayu_Cave__Sukabumi_1201070402#Buniayu_Caving__Sukabumi_1201070412
**OCD: Obsessive Compulsive Disorder
***photo credit: Larissa 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tour de Java

Akhirnya, I'm home! Ternyata kadang-kadang rumah bisa jadi sangat menyenangkan ya. Hehe. Jadi ceritanya saya baru pulang dari Jawa Tengah nih, niatnya kan cuma ke Solo menengok eyang, tapi ternyata perhentiannya banyak banget. Jadi di hari pertama saya berangkat dari Jakarta emang udah agak siang, jam 1an gitu. Saya sekeluarga emang udah biasa bermobil ke Solo, tapi untuk yang ini baru pertama kalinya kita lewat jalur selatan. Ternyata jalur selatan tuh beda banget sama Pantura. Jalannya kelok-kelok, bikin mual. Jarang ada toilet lagi, mana kalo gelap tuh ya beneran gelap dan berbahaya. Jadi yaaa.. susah deh pokoknya. Perhentian pertama kita adalah Purwokerto . Kami baru sampe hotel jam setengah 2an pagi setelah melewati perjalanan yang panjang sekali. Ngantuk banget, mual, bokap ngomel-ngomel pula. Lengkap deh capeknya. Niatnya siangnya kita mau ke Baturaden , tapi karena ternyata nggak sedekat yang kami kira, akhirnya abis breakfast kita langsung checkout dan menuju perhentian ke

What do you think

S aya baru sadar kalo saya ternyata sangat gampang kebawa trend. No, no, I don't mean fashion and those kinda stuffs. What I mentioned here is: cyber-social network . Looks familiar, huh? Zaman sekarang rasanya eksistensi orang nggak cuma diitung dari panjangnya meja kantin yang mereka butuhin buat makan bareng se-geng nya ( notes: no offense ), atau banyaknya vote dari adek kelas pas polling majalah sekolah "kakak ter-...". Keberadaan di dunia maya juga dipertanyakan. Coba deh, kalo ada yg kenalan, pasti nggak berapa lama bakal nanya: " punya facebook nggak? " atau " ada msn nggak? " Jawaban negatif dari pertanyaan ini bakal mengundang pemikiran yang setara dengan: " hari gini nggak punya handphone? " Pergaulan sekarang udah meluas. Dulu orang cari temen lewat surat, cari sahabat pena. Beberapa waktu kemudian, HP udah jadi pegangan wajib bahkan merambah ke babysitter dan anak TK. Pacaran pun dimulai dengan kenalan lewat sms-an. Seka

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih,