Langsung ke konten utama

Menu Hari Ini

Kali ini kamu memilih teri. Diselingi dengan ayam goreng dan sambal terasi. Sederhana, tapi membantu menambah variasi dari kehidupan nyata yang monoton dan tanpa henti.

Lain waktu kamu hanya mengambil tahu. Dengan sedikit siraman kuah labu, menyantapnya datar sekadar mengisi waktu. Terlihat jelas itu bukan favoritmu.

Ketika ada perayaan besar, daging panggang mewah terhidang bersama pendamping saus tartar. Kamu menikmatinya dengan sabar, memotongnya perlahan agar tidak cepat habis tanpa sadar.

Satu hal yang selalu saya perhatikan, selalu ada nasi putih yang jadi pasangan. Apapun yang jadi pilihan, nasi putihmu dengan setia menemani setiap suapan.

Saya percaya kamu tidak lupa dengan kehadirannya. Kamu hanya terlalu terbiasa ia ada. Kamu percaya dan tahu pasti ia akan selalu di sana, tanpa kamu minta.
Mendengarkan keluhanmu tentang masakan yang kurang asin,
Tersenyum melihatmu menghabiskan sayur dengan lahap,
Tertawa diam-diam atas perjuanganmu melawan duri halus dalam ikan kali itu

Saya hanya membayangkan,
jika nasimu pergi, apa kamu kehilangan?
Jika ia habis, apa kamu akan cari pelarian?

Apa ia masih ingin ada lagi, dalam menu hari ini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tour de Java

Akhirnya, I'm home! Ternyata kadang-kadang rumah bisa jadi sangat menyenangkan ya. Hehe. Jadi ceritanya saya baru pulang dari Jawa Tengah nih, niatnya kan cuma ke Solo menengok eyang, tapi ternyata perhentiannya banyak banget. Jadi di hari pertama saya berangkat dari Jakarta emang udah agak siang, jam 1an gitu. Saya sekeluarga emang udah biasa bermobil ke Solo, tapi untuk yang ini baru pertama kalinya kita lewat jalur selatan. Ternyata jalur selatan tuh beda banget sama Pantura. Jalannya kelok-kelok, bikin mual. Jarang ada toilet lagi, mana kalo gelap tuh ya beneran gelap dan berbahaya. Jadi yaaa.. susah deh pokoknya. Perhentian pertama kita adalah Purwokerto . Kami baru sampe hotel jam setengah 2an pagi setelah melewati perjalanan yang panjang sekali. Ngantuk banget, mual, bokap ngomel-ngomel pula. Lengkap deh capeknya. Niatnya siangnya kita mau ke Baturaden , tapi karena ternyata nggak sedekat yang kami kira, akhirnya abis breakfast kita langsung checkout dan menuju perhentian ke

What do you think

S aya baru sadar kalo saya ternyata sangat gampang kebawa trend. No, no, I don't mean fashion and those kinda stuffs. What I mentioned here is: cyber-social network . Looks familiar, huh? Zaman sekarang rasanya eksistensi orang nggak cuma diitung dari panjangnya meja kantin yang mereka butuhin buat makan bareng se-geng nya ( notes: no offense ), atau banyaknya vote dari adek kelas pas polling majalah sekolah "kakak ter-...". Keberadaan di dunia maya juga dipertanyakan. Coba deh, kalo ada yg kenalan, pasti nggak berapa lama bakal nanya: " punya facebook nggak? " atau " ada msn nggak? " Jawaban negatif dari pertanyaan ini bakal mengundang pemikiran yang setara dengan: " hari gini nggak punya handphone? " Pergaulan sekarang udah meluas. Dulu orang cari temen lewat surat, cari sahabat pena. Beberapa waktu kemudian, HP udah jadi pegangan wajib bahkan merambah ke babysitter dan anak TK. Pacaran pun dimulai dengan kenalan lewat sms-an. Seka

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih,