"Permisi", suara lirih memecah keheningan. Tuan Bulan mengintip dari balik malam, heran. Dilihatnya sesosok bayangan, sedikit familiar tapi masih diraba-raba dalam ingatan.
Perlahan Tuan Bulan memastikan pengelihatannya. Di balik kaca kecil pondok sederhana, terduduklah sang pemilik suara. Tuan Bulan terkejut bukan main mengenalinya. Gadis Kecil di pinggir jendela! Gadis Kecil, yang kini sudah dewasa!
Tidak bertemu selama lima tahun tentu bukan masa yang sebentar. Tuan Bulan sadar, bertanya apa kabar hanyalah basa basi yang cuma membuat semua makin pudar. Terlalu banyak senyum terpaksa yang akan diumbar. Terlalu banyak kebencian yang menunggu untuk disebar. Dari pengamatannya, Tuan Bulan yakin sekarang pasti Gadis Kecilnya sedang menghadapi badai yang besar. Makanya Ia pun hanya membelainya hangat dalam cahaya redup yang terpendar.
Mata di hadapannya sebenarnya tidak pernah berubah. Membulat dan bersinar, tapi kini semakin lemah.Mungkin hidup terlalu keras menempanya hingga lelah. Atau, angin meniupnya terlalu kencang hingga pilihan satu-satunya hanya berpasrah? Entahlah.....
Kepala Gadis Kecil menengadah, memandang langit di atasnya. Menelusuri garis semesta. Mengurutkan jejak benda angkasa. Tak lama ia pun menggeleng, menghancurkan kristal kaca yang terbentuk di matanya karena pantulan cahaya.
"Tidak ada. Sudah tidak ada," kata Tuan Bulan perlahan.
Gadis Kecil tersenyum kecil dan berbisik lirih, "malam juga bisa kesepian ya, Tuan?"
Perlahan Tuan Bulan memastikan pengelihatannya. Di balik kaca kecil pondok sederhana, terduduklah sang pemilik suara. Tuan Bulan terkejut bukan main mengenalinya. Gadis Kecil di pinggir jendela! Gadis Kecil, yang kini sudah dewasa!
Tidak bertemu selama lima tahun tentu bukan masa yang sebentar. Tuan Bulan sadar, bertanya apa kabar hanyalah basa basi yang cuma membuat semua makin pudar. Terlalu banyak senyum terpaksa yang akan diumbar. Terlalu banyak kebencian yang menunggu untuk disebar. Dari pengamatannya, Tuan Bulan yakin sekarang pasti Gadis Kecilnya sedang menghadapi badai yang besar. Makanya Ia pun hanya membelainya hangat dalam cahaya redup yang terpendar.
Mata di hadapannya sebenarnya tidak pernah berubah. Membulat dan bersinar, tapi kini semakin lemah.Mungkin hidup terlalu keras menempanya hingga lelah. Atau, angin meniupnya terlalu kencang hingga pilihan satu-satunya hanya berpasrah? Entahlah.....
Kepala Gadis Kecil menengadah, memandang langit di atasnya. Menelusuri garis semesta. Mengurutkan jejak benda angkasa. Tak lama ia pun menggeleng, menghancurkan kristal kaca yang terbentuk di matanya karena pantulan cahaya.
"Tidak ada. Sudah tidak ada," kata Tuan Bulan perlahan.
Gadis Kecil tersenyum kecil dan berbisik lirih, "malam juga bisa kesepian ya, Tuan?"
Komentar