Langsung ke konten utama

Mungkin?

Mungkin begitulah, ada sebagian kita yang punya mimpi dan memilih untuk mengejarnya dari sekarang. Melakukan segala cara untuk menemukan jalan terdekat. Menutup mata dari pandangan dan pendapat orang-orang. Mengetahui dengan pasti apa yang harus dilalui dan rute mana yang harus dipilih.

Dan ada sebagian kita ada yang terjebak di jalur yang berbeda dari harapan semula. Bisa jadi kita memang memutuskan exploring dunia baru dan menghadapi apa saja yang ada di depan kita dengan berani. Bisa jadi, cita-citanya memang berubah.

Tapi ada juga yang menjebak diri karena nggak punya keteguhan hati untuk menentukan sendiri. Mereka nggak pernah berhenti bertanya. 'Harus ke mana?' 'Kenapa ke sana?' dan berbagai tanda tanya lainnya. Padahal, belum tentu juga ada yang bisa menjawabnya, karena sebenarnya hal itu harusnya dijawab oleh dirinya sendiri.

Siapa yang tau mimpi kita apa? Siapa yang ngerti kita mau hidup yang kayak gimana?
Ya cuma kita sendiri.

Udah tau gimana cara ke sana? Udah ngerti jalan mana yang harus dilewati?
Sudah...

Terus kenapa memilih jalan yang berbeda?

Mungkin orang itu terlalu takut menjalani apa yang dia suka karena ia takut kecewa pada akhirnya.

Mungkin buat dia lebih gampang belajar menyukai hal yang nggak pernah kepikiran sebelumnya,
daripada belajar menerima kalo hal yang disuka nggak berjalan sebagaimana mestinya.

...

Mungkin itu cuma alasan orang plin plan yang pengecut.

Mungkin itu cuma alasan saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

What do you think

S aya baru sadar kalo saya ternyata sangat gampang kebawa trend. No, no, I don't mean fashion and those kinda stuffs. What I mentioned here is: cyber-social network . Looks familiar, huh? Zaman sekarang rasanya eksistensi orang nggak cuma diitung dari panjangnya meja kantin yang mereka butuhin buat makan bareng se-geng nya ( notes: no offense ), atau banyaknya vote dari adek kelas pas polling majalah sekolah "kakak ter-...". Keberadaan di dunia maya juga dipertanyakan. Coba deh, kalo ada yg kenalan, pasti nggak berapa lama bakal nanya: " punya facebook nggak? " atau " ada msn nggak? " Jawaban negatif dari pertanyaan ini bakal mengundang pemikiran yang setara dengan: " hari gini nggak punya handphone? " Pergaulan sekarang udah meluas. Dulu orang cari temen lewat surat, cari sahabat pena. Beberapa waktu kemudian, HP udah jadi pegangan wajib bahkan merambah ke babysitter dan anak TK. Pacaran pun dimulai dengan kenalan lewat sms-an. Seka...

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih, ...

Menantang Hujan

Selama ini ia benci Hujan. Ia beli payung berbagai ukuran, jas hujan dengan warna menawan,  sepatu anti air dengan kualitas tak diragukan. Lalu kemudian Hujan tidak datang selama beberapa pekan. Sial, lalu apa gunanya semua perlengkapan? Ia pikir ia benci Hujan. Memang, tapi bukan dalam bentuk "tanpa pertemuan". Ia perlu Hujan. Untuk dilawan. _____________________________________ Kebon Sirih, 27 Februari 2015 di penghujung musim penghujan