Langsung ke konten utama

Pesan untuk Saya Nanti

Akhirnya kembali lagi ke halaman ini.. Akhirnya! Keputusan untuk kembali dan menulis di sini bukan hal yang mudah sebenarnya. Saya sempat ingin menulis beberapa bulan yang lalu, kemudian urung, dan akhirnya lupa. Lalu kemarin, entah bagaimana saya diingatkan untuk menunaikan niat yang dulu pernah terbesit, hingga membawa saya duduk dan meluangkan sepersekian detik hari ini di sini.

Tulisan kali ini saya tujukan untuk diri saya sendiri suatu hari nanti:

sebagai pengingat untuk bersyukur, jika suatu hari saya terlalu angkuh dan tinggi hati,
sebagai pegangan untuk berdiri, jika saya mulai rapuh dan jatuh lain kali,
sebagai kekuatan untuk maju, jika saya ingin menyerah dan tidak percaya diri,
sebagai garis untuk pedoman, agar tidak tersesat dan terlalu jauh berlari

Rasanya masih surreal. Tinggal sendiri jauh dari rumah dan memulai kembali duduk di bangku kuliah. Lebih sulit ketika harus selalu mengkonversi waktu setiap ingin menghubungi mereka di Tanah Air, tapi yang jauh jauh lebih sulit adalah tidak melakukan konversi jika harus bertransaksi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semua masih seperti mimpi.. dan sepertinya iya, ini memang mimpi.

Akhirnya, saya merasakan apa yang dari dulu selalu saya bayangkan. Akhirnya, perjuangan dan penolakan tahun-tahun kemarin berhasil terbayarkan. Akhirnya, saya bisa memberi kebanggaan untuk mereka yang terus mendukung dan mendoakan.

Lalu dalam beberapa saat saya merasa istimewa. Bahaya, karena kemudian saya jadi merasa lebih dari yang lainnya. Tapi coba ingat.... ketika pertama saya menginjakkan kaki di sini. Kota metropolitan di benua "Down Under", begitu katanya. Kegembiraan pada hari-hari keberangkatan mendadak hilang, terhisap oleh rasa ketakutan yang teramat sangat. Semangat bertemu teman baru mendadak terlupakan, diganti rasa sepi dan tersadarkan bahwa semua harus dimulai dari awal lagi! Label kebanggaan yang saya pikir bisa jadi "senjata", tidak ada arti apa-apa. Jangan berpikir saya diperlakukan berbeda, dan jangan berharap seperti itu juga.. Semua sama, semua di titik nol. Jangan merasa kamu istimewa, dan lebih tinggi dari yang lainnya. Semua mulai di titik ini.



Dan kemudian saya yakin, seiring hari berlalu, cuaca sering berubah jadi kelabu. Lalu saya kemudian akan terpuruk, dan mulai merasa rapuh. Lalu harga diri seakan menguap.. Bukan tidak mungkin kemudian diri rasanya seperti bayangan di antara keramaian. Ketika kamu merasa seperti itu, saya cuma minta kamu buka mata lagi. Bangun. Baca tulisan ini. Bahwa kamu punya sesuatu. Bahwa kamu hadir untuk sesuatu. Ingat semua perjuangan yang berhasil dituntaskan, setidaknya sampai sekarang. Satu kebanggaan seumur hidup, yang bisa jadi modal membuka lembar yang lebih lebar. Salah satu hadiah terbesar yang pernah semesta berikan, setelah melewati segala rencana dan pergumulan.

Jangan lupa, dua tahun di sini harus bisa dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang lebih mulia.

Berjuang, dan bersyukur.

Belajar, dan belajar hidup.

Kingsford,
Maret, 2017

#AustraliaAwardsIndonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tour de Java

Akhirnya, I'm home! Ternyata kadang-kadang rumah bisa jadi sangat menyenangkan ya. Hehe. Jadi ceritanya saya baru pulang dari Jawa Tengah nih, niatnya kan cuma ke Solo menengok eyang, tapi ternyata perhentiannya banyak banget. Jadi di hari pertama saya berangkat dari Jakarta emang udah agak siang, jam 1an gitu. Saya sekeluarga emang udah biasa bermobil ke Solo, tapi untuk yang ini baru pertama kalinya kita lewat jalur selatan. Ternyata jalur selatan tuh beda banget sama Pantura. Jalannya kelok-kelok, bikin mual. Jarang ada toilet lagi, mana kalo gelap tuh ya beneran gelap dan berbahaya. Jadi yaaa.. susah deh pokoknya. Perhentian pertama kita adalah Purwokerto . Kami baru sampe hotel jam setengah 2an pagi setelah melewati perjalanan yang panjang sekali. Ngantuk banget, mual, bokap ngomel-ngomel pula. Lengkap deh capeknya. Niatnya siangnya kita mau ke Baturaden , tapi karena ternyata nggak sedekat yang kami kira, akhirnya abis breakfast kita langsung checkout dan menuju perhentian ke

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih,