Langsung ke konten utama

Kita, Sempurna

Kadang, kita terlalu berusaha menjadi sempurna
Berusaha menjadi apa yang diharapkan,
memberi apa yang diinginkan,
menjadi jawaban apa yang diminta

Sayangnya, kita kemudian kecewa ketika kerja keras kita sia-sia
Apa yang kita pikir sudah yang terbaik ternyata belum cukup baik
Dan selalu, tidak akan pernah cukup..

Selalu merasa salah
Selalu merasa kalah

Yah.. pada akhirnya kita akan selalu lelah

Tapi kita nggak bisa menyalahkan siapa-siapa
Karena mata kita bukan mata mereka

Apa yang dilihat tentu saja akan berbeda
Mungkin saja saya melihat biru dan kamu melihat merah
Di sisi lain ada orang yang melihatnya ungu karena ia berada di tengah

Sekarang tergantung darimana kita melihatnya,
apakah itu kekurangan atau keunikan
apakah itu perubahan atau kepalsuan

Karena kesempurnaan tak akan pernah ada
Dan ketika kita ingin menjadi sempurna,
berarti ingin menjadi
tidak ada



8 Maret 2011
untuk saya dan semua perempuan
Selamat Hari Perempuan Sedunia :)
(terinspirasi dari tweet @mrskurtcher )

Komentar

Artna B (xika) mengatakan…
Sayangnya, kita kemudian kecewa ketika kerja keras kita sia-sia
Apa yang kita pikir sudah yang terbaik ternyata belum cukup baik
Dan selalu, tidak akan pernah cukup..

Selalu merasa salah
Selalu merasa kalah



...exactly

Postingan populer dari blog ini

Tour de Java

Akhirnya, I'm home! Ternyata kadang-kadang rumah bisa jadi sangat menyenangkan ya. Hehe. Jadi ceritanya saya baru pulang dari Jawa Tengah nih, niatnya kan cuma ke Solo menengok eyang, tapi ternyata perhentiannya banyak banget. Jadi di hari pertama saya berangkat dari Jakarta emang udah agak siang, jam 1an gitu. Saya sekeluarga emang udah biasa bermobil ke Solo, tapi untuk yang ini baru pertama kalinya kita lewat jalur selatan. Ternyata jalur selatan tuh beda banget sama Pantura. Jalannya kelok-kelok, bikin mual. Jarang ada toilet lagi, mana kalo gelap tuh ya beneran gelap dan berbahaya. Jadi yaaa.. susah deh pokoknya. Perhentian pertama kita adalah Purwokerto . Kami baru sampe hotel jam setengah 2an pagi setelah melewati perjalanan yang panjang sekali. Ngantuk banget, mual, bokap ngomel-ngomel pula. Lengkap deh capeknya. Niatnya siangnya kita mau ke Baturaden , tapi karena ternyata nggak sedekat yang kami kira, akhirnya abis breakfast kita langsung checkout dan menuju perhentian ke

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih,

Pesan untuk Saya Nanti

Akhirnya kembali lagi ke halaman ini.. Akhirnya! Keputusan untuk kembali dan menulis di sini bukan hal yang mudah sebenarnya. Saya sempat ingin menulis beberapa bulan yang lalu, kemudian urung, dan akhirnya lupa. Lalu kemarin, entah bagaimana saya diingatkan untuk menunaikan niat yang dulu pernah terbesit, hingga membawa saya duduk dan meluangkan sepersekian detik hari ini di sini. Tulisan kali ini saya tujukan untuk diri saya sendiri suatu hari nanti: sebagai pengingat untuk bersyukur, jika suatu hari saya terlalu angkuh dan tinggi hati, sebagai pegangan untuk berdiri, jika saya mulai rapuh dan jatuh lain kali, sebagai kekuatan untuk maju, jika saya ingin menyerah dan tidak percaya diri, sebagai garis untuk pedoman, agar tidak tersesat dan terlalu jauh berlari Rasanya masih surreal. Tinggal sendiri jauh dari rumah dan memulai kembali duduk di bangku kuliah. Lebih sulit ketika harus selalu mengkonversi waktu setiap ingin menghubungi mereka di Tanah Air, tapi yang jauh