Langsung ke konten utama

Belajar Berdiri

Ah.. siapa saya yang mencoba berdiri menantang langit di atas sana. Sepertinya ini tamparan besar setelah merasa selalu benar dan sok tahu hingga pada akhirnya sekarang terpaku di jalan yang seakan buntu.

Ya, saya bilang seakan karena terkadang sering ada keajaiban di mana tiba-tiba muncul pintu keluar yang terbuka entah dari mana. Atau sebenarnya pintu itu memang ada, namun mata saya sedang kalut dalam kesombongan dan tertutup?

Dan begitulah seperti manusia pada umumnya, sekarang saya cuma bisa bertanya dan meminta. Lagi. Dan lagi. Meminta ditunjukkan jalan oleh-Nya, meminta diberi kekuatan dari-Nya, meminta dipermudah jalannya.

Nggak tau diri. Tapi saya nggak tau lagi.

"Why do we fall? So we learn to pick ourselves up"
Tiba-tiba kata-kata Alfred yang ditujukan untuk tuannya itu terngiang-ngiang di kepala. Mencoba menampar saya untuk menjejakkan kaki dan mencoba berdiri lagi.

Ughh.. Susah. Tenaga saya habis.

Tapi mana cukup waktu kalau saya cuma menunggu ada orang yang melongok ke lubang ini dan mau mengulurkan tangannya?

Ah.....

Capek.


Komentar

AN.SEL.MUS mengatakan…
Why do we fall? So we can fall asleep. :P

What's up?

Postingan populer dari blog ini

Pemanasan

Sebentar lagi kuartal kedua akan dimulai. Saya lupa saya punya ruang ini, tempat di mana saya bicara sendiri dengan sedikit berharap ada pembaca mengerti tapi pura-pura tidak peduli dan tidak perlu dikonfrontasi. Ironis memang; sengaja membuka eksistensi tapi tidak percaya diri, memilih untuk ditemukan dalam ranah maya tapi memilih berkisah dalam metafora. Lalu kemudian saya menulis ini, memilih cara begini dengan membagi prosa dalam spasi menjadi seakan puisi. Padahal, isinya hanya rangkaian kalimat tak berinti, tumpahan kata yang sulit berhenti, tapi terlalu sayang untuk disimpan dalam hati. ------------------------------------ Dua hari sebelum kuartal satu ditutup Rumah, 2016

Menantang Hujan

Selama ini ia benci Hujan. Ia beli payung berbagai ukuran, jas hujan dengan warna menawan,  sepatu anti air dengan kualitas tak diragukan. Lalu kemudian Hujan tidak datang selama beberapa pekan. Sial, lalu apa gunanya semua perlengkapan? Ia pikir ia benci Hujan. Memang, tapi bukan dalam bentuk "tanpa pertemuan". Ia perlu Hujan. Untuk dilawan. _____________________________________ Kebon Sirih, 27 Februari 2015 di penghujung musim penghujan

Teruntuk Rumput

Teruntuk Rumput di sana, semoga tetap sedia untuk berjalan bersama. Salam, Embun ______________________________________________ Pada suatu hari Rumah, 24 Januari 2015