Langsung ke konten utama

Paradoks Dunia

Rasanya, dunia itu kecil.

Semakin usia bertambah, rasanya orang-orang yang kita temui belakangan ini ternyata punya hubungan erat dengan relasi terdekat kita. Si A, teman baru kita, ternyata sepupunya sahabat kita jaman SD. Si B yang kita sebelin banget ternyata sahabatnya temen deket kita waktu dulu. Atau si C yang baru kita kenal kemarin ternyata temen kosannya tetangga kita. Dan tentu masih banyak ternyata lainnya yang kita temukan.

Semua saling terkoneksi, tidak cuma memunculkan hubungan baru antarpersona tetapi juga membangun rantai yang melintasi waktu. Ketika dirunutkan, bisa saja ternyata semua kejadian yang dulu punya sudut pandang baru karena ada tokoh lain yang baru kita sadari berikutnya.

Kalo meminjam istilah situs jaringan sosial tersohor itu, "mutual friend" ini juga membantu kita untuk kembali menemukan kontak para sahabat yang hilang entah di mana. Terkadang, bukan eksistensi dirinya yang hilang secara harafiah, tetapi eksistensi hubungan yang pernah terjalin. Mereka seakan menyimpulkan kembali ujung tali yang sempat terpisah dunianya. Topik yang tidak lagi sama, kemudian disatukan karena ada penengahnya: ya, si "mutual friend ini".

Rasanya, dunia ternyata kecil.

Kadang suka nggak habis pikir juga.. Bisa-bisanya dari berapa miliar penduduk di muka bumi ini kita ketemu teman kuliah ketika berpetualang ke benua seberang. Atau ketika mudik ke rumah kerabat, tiba-tiba kita ditegur sapa oleh guru Matematika jaman dahulu kala.

Tapi apa benar, dunia itu kecil?

Belakangan, saya tidak lagi merasakannya. Dunia seakan menjadi maze tidak berujung saat yang pernah ada dan selalu ada, kini menghilang lenyap. Tanpa jejak, tanpa bayangan.

Komentar

Mama Mochi mengatakan…
hehee aku jg pernah mikir kayak gini Tik :) Tapi kalo dipikir2, dunia itu ga kecil kok kalo kita mau buka diri, buka hati. Yg pergi biarin aja pergi, di luar sana masih banyak yg lebih baik :D semangat Tika!

Postingan populer dari blog ini

What do you think

S aya baru sadar kalo saya ternyata sangat gampang kebawa trend. No, no, I don't mean fashion and those kinda stuffs. What I mentioned here is: cyber-social network . Looks familiar, huh? Zaman sekarang rasanya eksistensi orang nggak cuma diitung dari panjangnya meja kantin yang mereka butuhin buat makan bareng se-geng nya ( notes: no offense ), atau banyaknya vote dari adek kelas pas polling majalah sekolah "kakak ter-...". Keberadaan di dunia maya juga dipertanyakan. Coba deh, kalo ada yg kenalan, pasti nggak berapa lama bakal nanya: " punya facebook nggak? " atau " ada msn nggak? " Jawaban negatif dari pertanyaan ini bakal mengundang pemikiran yang setara dengan: " hari gini nggak punya handphone? " Pergaulan sekarang udah meluas. Dulu orang cari temen lewat surat, cari sahabat pena. Beberapa waktu kemudian, HP udah jadi pegangan wajib bahkan merambah ke babysitter dan anak TK. Pacaran pun dimulai dengan kenalan lewat sms-an. Seka...

Hujan

Hujan bukan cuma punya langit. Dingin bukan cuma punya malam. Malam ini hujan lagi, deras. Dingin lagi menggigit, menggigil. Percuma diri berpayung, hujan sendiri lebih deras. Lebih dingin, lebih pekat dari gelap. Jakarta, 01 Feb 09

Painter of Life

img searched in Google saya baru baca notes dari temen SMP saya , namanya Vincent. Tapi kita manggil dia Opaz. I won't talk about him but the notes itself. saya copy aja yaa: "Suatu hari ada pelukis yang sedang menyelesaikan gambarnya di atap suatu gedung tinggi. Lukisannya sangat indah, menggambarkan pemandangan langit dan seisi kota. Di sekitarnya juga ada orang-orang lain yang ikut melukis. Mereka juga mengagumi kepiawaian sang pelukis tadi. Ketika gambar sang pelukis hampir jadi, ia mundur untuk melihatnya dari jauh. Mundur, mundur, semakin lama semakin jauh. Ia tidak sadar bahwa selangkah lagi ia bisa terjatuh dari gedung tinggi itu. Seseorang yang sedang memperhatikan lukisannya tersadar akan bahaya tersebut. Namun ia berpikir, jika ia berteriak siapa tahu justru sang pelukis akan terjatuh karena kaget. Oleh karena itu ia mengambil kuas dan mencoret-coret lukisan sang pelukis. Tentu saja sang pelukis marah, ia pun berlari dan hampir memukul orang itu. Tapi setelah t...