Langsung ke konten utama

Natal Kali Ini

Sekarang sudah tanggal 26 Desember, Natal sudah lewat 14 menit yang lalu. Tamu-tamu yang tadi memenuhi ruangan sepertinya sudah berselimut dan berkelana di mimpi masing-masing. Lampu kelap kelip di pohon natal sekarang menyala sendirian, canda tawa yang tadi menemaninya sudah hilang ditelan malam. Di kamar, saya berusaha menyimpan memori hari ini dalam tulisan agar tidak menguap seiring berlalunya hari.

Natal kali ini terasa berbeda dari natal kemarin. Yah, tentu saja setiap tahun pasti akan terasa tidak sama. Orang datang dan pergi, hiasan gantung juga terus berganti, apalagi menu makanan yang tersaji. Tapi rasanya ada hal lain yang membuat saya terusik untuk merekam Natal kali ini dalam tulisan.

Ini Natal pertama yang saya habiskan dengan beberapa anggota keluarga baru. Lucu, ketika tanpa sadar dalam kejapan mata, orang yang sama sekali asing bagi kita kemarin, sekarang sudah menjadi bagian di silsilah yang sama. Ironis juga, ketika ternyata kehadiran mereka tidak mengubah jumlah anggota. Yah mungkin itulah hukumnya.. Ada yang datang, hilang, pergi, dan kembali. Sudahlah.. 

Ini Natal pertama sejak saya menginjak kepala dua. Mungkin, cara pikir saya sudah berbeda dari sebelumnya, entahlah. Tapi mudah-mudahan saja ini merupakan salah satu pertanda dalam menjadi lebih dewasa.Tentu saja, pertambahan usia saya berbarengan dengan usia saudara sebaya. Lucu rasanya ketika membandingkan bagaimana dulu dan sekarang kami berinteraksi. Topik games PS, Lego, komik, kartun, dan segala atribut masa kecil yang menjadi bahan perbincangan kini pun beralih ke topik yang lebih serius. Arogansi yang ada pun tidak pernah hilang, hanya berubah wujud. 
Dulu, kami tidak mau kalah memamerkan games terbaru yang sudah diselesaikan atau seri komik terbaru yang baru diterbitkan. Kini, kemasannya tentu lebih elegan, dengan menyanding nama universitas, jabatan pekerjaan, atau bisnis yang menjadi bahan perbincangan. Tidak ada yang masalah dengan hal itu, toh kita semua punya "sesuatu" untuk dibanggakan.Justru hal itu memperkaya suasana, menjadi bahan wacana dan pengungkit percaya diri supaya lebih bercahaya. Dan untungnya, kedekatan itu pun tetap ada.

Ini pun Natal pertama, sepanjang ingatan saya, di mana saya tidak mengharapkan apa-apa. Yah, saya tidak punya wish khusus pada Natal tahun ini. Semua berjalan begitu saja.. Tanpa menuntut apapun, dan entah kenapa lebih lega rasanya. Dan itu membuat saya bersyukur karena Natal kali ini terasa begitu bahagia.

Sekarang sudah tanggal 26 Desember, Natal sudah lewat 48 menit yang lalu. Rangkaian kata yang tadi menumpuk sudah mulai tersalurkan, meski ucapan syukur masih belum dapat sepenuhnya dapat tertuliskan. Pikiran mulai melayang ke dalam selimut, menunggu kapan pergi ke negeri mimpi. Lampu pohon natal masih menyala sendirian, menunggu waktu kapan saatnya kembali beristirahat di dalam lemari. Di kamar, saya pun akhirnya selesai mengemas Natal kali ini agar tidak menguap seiring berlalunya hari.


Sampai jumpa tahun depan, pohon dan lampu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tour de Java

Akhirnya, I'm home! Ternyata kadang-kadang rumah bisa jadi sangat menyenangkan ya. Hehe. Jadi ceritanya saya baru pulang dari Jawa Tengah nih, niatnya kan cuma ke Solo menengok eyang, tapi ternyata perhentiannya banyak banget. Jadi di hari pertama saya berangkat dari Jakarta emang udah agak siang, jam 1an gitu. Saya sekeluarga emang udah biasa bermobil ke Solo, tapi untuk yang ini baru pertama kalinya kita lewat jalur selatan. Ternyata jalur selatan tuh beda banget sama Pantura. Jalannya kelok-kelok, bikin mual. Jarang ada toilet lagi, mana kalo gelap tuh ya beneran gelap dan berbahaya. Jadi yaaa.. susah deh pokoknya. Perhentian pertama kita adalah Purwokerto . Kami baru sampe hotel jam setengah 2an pagi setelah melewati perjalanan yang panjang sekali. Ngantuk banget, mual, bokap ngomel-ngomel pula. Lengkap deh capeknya. Niatnya siangnya kita mau ke Baturaden , tapi karena ternyata nggak sedekat yang kami kira, akhirnya abis breakfast kita langsung checkout dan menuju perhentian ke

What do you think

S aya baru sadar kalo saya ternyata sangat gampang kebawa trend. No, no, I don't mean fashion and those kinda stuffs. What I mentioned here is: cyber-social network . Looks familiar, huh? Zaman sekarang rasanya eksistensi orang nggak cuma diitung dari panjangnya meja kantin yang mereka butuhin buat makan bareng se-geng nya ( notes: no offense ), atau banyaknya vote dari adek kelas pas polling majalah sekolah "kakak ter-...". Keberadaan di dunia maya juga dipertanyakan. Coba deh, kalo ada yg kenalan, pasti nggak berapa lama bakal nanya: " punya facebook nggak? " atau " ada msn nggak? " Jawaban negatif dari pertanyaan ini bakal mengundang pemikiran yang setara dengan: " hari gini nggak punya handphone? " Pergaulan sekarang udah meluas. Dulu orang cari temen lewat surat, cari sahabat pena. Beberapa waktu kemudian, HP udah jadi pegangan wajib bahkan merambah ke babysitter dan anak TK. Pacaran pun dimulai dengan kenalan lewat sms-an. Seka

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih,