Langsung ke konten utama

Dalam Secangkir Kopi

Wah, kita berjumpa lagi. Saya tidak menyangka kamu masih ingat jalan ke sini. Apalagi, kamu pun datang lagi padahal tidak pernah berjanji untuk kembali. Meskipun begitu, di kursi yang selalu kamu duduki sudah tersedia secangkir kopi. Dengan air panas suhu tinggi, langsung saya tuang ke cangkir putih. Kopi tubruk, gula dipisah, sendok di kiri. Selalu, seperti yang selalu kamu buat sendiri.

Kamu ingin tahu mengapa kopi itu bisa tersaji? Hmm.. Saya membuatnya setiap hari. Sejujurnya ini sudah menjadi rutinitas yang tidak saya sadari. Menghabiskan waktu meracik minuman favoritmu, berharap kamu akan datang dengan senyummu yang berseri. Namun saya sepertinya memang terlalu banyak berimajinasi. Entah berapa puluh cangkir kopi yang harus berakhir basi. Saya tidak menyalahkan ketidakhadiranmu, pun sedikit kecewa muncul dalam hati. Makanya saya sangat bahagia hari ini. Kedatanganmu menjadi bukti, keyakinan dan kenyataaan itu memang rantai misteri!

Ah, sudah, jangan merasa tidak enak hati. Lupakan keluh kesah saya tadi. Pertemuan ini kan tidak setiap hari, bahkan tidak setahun sekali. Jangan biarkan momen ini lenyap lalu saya sesali. Santai saja seperti biasanya, seperti kawan lama yang berbincang tentang mimpi-mimpi. Atau mau membahas kesialan kecilmu hari ini? Bebas, kamu memilih. Seperti biasa pula, saya akan antusias mendengarkan ceritamu yang tidak berhenti. Tidak berhenti sampai di cangkirmu hanya tersisa ampas kopi.

Ceritamu memang akan selalu tepat dalam durasi. Berdasarkan yang dulu-dulu, saya sudah mempersiapkan diri sewaktu-waktu kamu sudah akan pergi. Saya tidak akan minta kamu menambah lagi. Jika ceritamu masih berlanjut, biarlah esok, lusa, atau ratusan hari nanti dilanjutkan kembali. Dan saat itulah, saya akan menikmati hari di mana kehadiranmu saya nanti-nanti.

Saya senang hari ini kamu datang sendiri. Masalahnya, jika kamu membawa kawan, kamu menjadi tidak lama di sini. Yah, biasanya kawanmu lah yang tidak sabar ingin pergi. Saya hanya sedikit penasaran, apakan memang ia tidak suka kopi? Atau tidak suka dengan saya yang membuat kopi? Semoga saja bukan karena cemburu hati. Tapi kalau memang begitu, mau bagaimana lagi. Mungkin pada saat seperti itu sebaiknya kamu tidak datang ke sini.

Yang jelas, pintu ini akan selalu terbuka jika kamu ingin berkunjung lagi suatu hari. Tidak perlu khawatir, tanpa memberitahu saya pun kopimu akan selalu tersaji. Dengan detail yang pasti, ia akan siap menemani.

Saya akan selalu menunggu kehadiranmu di sini, di satu sudut yang dikosongkan untuk tempat kita berbincang bersama secangkir kopi. Membahas mimpi, merekam memori.

Saya  pun berharap kamu tidak berpindah mencari tempat lain meminum kopi pengganti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemanasan

Sebentar lagi kuartal kedua akan dimulai. Saya lupa saya punya ruang ini, tempat di mana saya bicara sendiri dengan sedikit berharap ada pembaca mengerti tapi pura-pura tidak peduli dan tidak perlu dikonfrontasi. Ironis memang; sengaja membuka eksistensi tapi tidak percaya diri, memilih untuk ditemukan dalam ranah maya tapi memilih berkisah dalam metafora. Lalu kemudian saya menulis ini, memilih cara begini dengan membagi prosa dalam spasi menjadi seakan puisi. Padahal, isinya hanya rangkaian kalimat tak berinti, tumpahan kata yang sulit berhenti, tapi terlalu sayang untuk disimpan dalam hati. ------------------------------------ Dua hari sebelum kuartal satu ditutup Rumah, 2016

Menantang Hujan

Selama ini ia benci Hujan. Ia beli payung berbagai ukuran, jas hujan dengan warna menawan,  sepatu anti air dengan kualitas tak diragukan. Lalu kemudian Hujan tidak datang selama beberapa pekan. Sial, lalu apa gunanya semua perlengkapan? Ia pikir ia benci Hujan. Memang, tapi bukan dalam bentuk "tanpa pertemuan". Ia perlu Hujan. Untuk dilawan. _____________________________________ Kebon Sirih, 27 Februari 2015 di penghujung musim penghujan

Teruntuk Rumput

Teruntuk Rumput di sana, semoga tetap sedia untuk berjalan bersama. Salam, Embun ______________________________________________ Pada suatu hari Rumah, 24 Januari 2015