Langsung ke konten utama

Tentang Waktu

Saya sering lupa, bahwa waktu yang saya punya ini sementara. Saya terlalu sibuk meninggikan diri untuk mengejar ambisi. Ingin menjadi ini, ingin memiliki itu, entah kenapa rasa ketidakpuasan itu selalu saja muncul. Selesai pencapaian yang satu, tetap ada perasaan "kurang" dan akhirnya selalu "meminta" untuk yang berikutnya. Saya bertingkah seakan-akan selalu ada kesempatan baru yang menunggu.

Saya sering lupa, bahwa waktu yang saya punya ini sementara. Saya terlalu optimis menyusun rencana untuk hari yang belum ada. Apa lagi ini namanya, kalau tidak boleh saya sebut "angkuh"? Saya membuat suatu garis waktu yang sangat panjang tentang kehidupan saya mendatang. Tahap per tahap, poin per poin, sebisa mungkin semuanya dibuat apik dan mendetil sedemikian rupa. Tidak jarang, tentu ada beberapa rencana alternatif sebagai aplikasi manajemen ekspektasi diri sendiri. Tujuannya tentu meminimalisasi risiko kekecewaan akan tidak berhasilnya suatu harapan.

Saya sering lupa, bahwa waktu yang saya punya ini sementara. Saya terlalu posesif dengan waktu saya sehingga lupa membaginya dengan orang di sekitar saya. Entah berapa banyak teman saya kecewakan dan berapa cerita yang terlewatkan, rasanya saya tidak bisa menghitungnya. Predikat "sibuk" yang awalnya dimaknai positif pun pada akhirnya terasa seperti sindiran. Pemakluman yang saya minta dari mereka seperti pembenaran diri. Padahal, harusnya hal tersebut bukan lagi suatu negosiasi melainkan ujian menentukan prioritas hidup sendiri.

Saya sering lupa, bahwa waktu yang saya punya ini sementara. Padahal, ia lah yang punya kuasa. Ketika ia meminta saya pulang, saat itulah segala ambisi saya tidak lagi ada gunanya. Saat itulah, semua rencana manusia harus diserahkan. Saat itulah, orang di sekitar yang saya kecewakan harus merelakan.

Dan semoga, saya tidak lagi lupa, bahwa waktu yang saya punya ini sementara.

-----------------------------------------------------------------------------

didedikasikan untuk para orang hebat yang telah pulang setelah menyelesaikan karyanya di dunia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemanasan

Sebentar lagi kuartal kedua akan dimulai. Saya lupa saya punya ruang ini, tempat di mana saya bicara sendiri dengan sedikit berharap ada pembaca mengerti tapi pura-pura tidak peduli dan tidak perlu dikonfrontasi. Ironis memang; sengaja membuka eksistensi tapi tidak percaya diri, memilih untuk ditemukan dalam ranah maya tapi memilih berkisah dalam metafora. Lalu kemudian saya menulis ini, memilih cara begini dengan membagi prosa dalam spasi menjadi seakan puisi. Padahal, isinya hanya rangkaian kalimat tak berinti, tumpahan kata yang sulit berhenti, tapi terlalu sayang untuk disimpan dalam hati. ------------------------------------ Dua hari sebelum kuartal satu ditutup Rumah, 2016

Menantang Hujan

Selama ini ia benci Hujan. Ia beli payung berbagai ukuran, jas hujan dengan warna menawan,  sepatu anti air dengan kualitas tak diragukan. Lalu kemudian Hujan tidak datang selama beberapa pekan. Sial, lalu apa gunanya semua perlengkapan? Ia pikir ia benci Hujan. Memang, tapi bukan dalam bentuk "tanpa pertemuan". Ia perlu Hujan. Untuk dilawan. _____________________________________ Kebon Sirih, 27 Februari 2015 di penghujung musim penghujan

Teruntuk Rumput

Teruntuk Rumput di sana, semoga tetap sedia untuk berjalan bersama. Salam, Embun ______________________________________________ Pada suatu hari Rumah, 24 Januari 2015