Langsung ke konten utama

Jalan Lain

Beberapa waktu yang lalu saya seperti disadarkan kalo emang jalan setiap orang berbeda. Klise, tapi emang setiap orang punya talent yang nggak sama.. Dalam konteks ini, yang saya bicarakan adalah jalan karier yang nggak lama lagi akan saya tempuh.
Sebagai mahasiswa di sekolah bisnis, pastilah (hampir) semua orang berpikir kami akan mendirikan suatu bisnis dan menjadi pengusaha. Paradigma itu jugalah yang menghampiri pikiran saya sampai dengan sekarang. Rasanya kok gagal banget ya kalo mahasiswa bisnis kok nggak bisa bisnis..

Tapi fyi, di sekolah saya itu ada sedikit kecenderungan umum. Mereka yang aktif di bidang akademis dan organisasi, ternyata belum tentu berhasil di bisnisnya. Begitu juga sebaliknya. Tapi nggak jarang juga ada yang bisa bagus di semua bidangnya. Itulah yang kemudian membuat saya sempet minder. Ngeliat sodara-sodara dan temen-temen lain, yang juga bersekolah di tempat yang lain, kok kayaknya iri ya mereka bisa meraih sukses ini itu. Entah kakak saya yang produknya udah muncul di berbagai majalah, sepupu saya yang jadi finalis Puteri Indonesia, teman-teman saya lain yang udah melanglang buana ke mana-mana... Rasanya saya kok nothing banget.

Tapi kemudian saya menyadari, tiap orang punya talent yang beda. Contohnya saya dan kakak saya. Meskipun kami berdua sama-sama sekolah di tempat dan jurusan yang sama, tapi ternyata aplikasinya belum tentu sama.. Apa yang kita dapet di sekolah itu kerangka berpikirnya.

Gimana ke depannya, balik lagi ke orangnya kan?

Komentar

AN.SEL.MUS mengatakan…
Just don't choose the path of evil, okay? ;-D

Postingan populer dari blog ini

What do you think

S aya baru sadar kalo saya ternyata sangat gampang kebawa trend. No, no, I don't mean fashion and those kinda stuffs. What I mentioned here is: cyber-social network . Looks familiar, huh? Zaman sekarang rasanya eksistensi orang nggak cuma diitung dari panjangnya meja kantin yang mereka butuhin buat makan bareng se-geng nya ( notes: no offense ), atau banyaknya vote dari adek kelas pas polling majalah sekolah "kakak ter-...". Keberadaan di dunia maya juga dipertanyakan. Coba deh, kalo ada yg kenalan, pasti nggak berapa lama bakal nanya: " punya facebook nggak? " atau " ada msn nggak? " Jawaban negatif dari pertanyaan ini bakal mengundang pemikiran yang setara dengan: " hari gini nggak punya handphone? " Pergaulan sekarang udah meluas. Dulu orang cari temen lewat surat, cari sahabat pena. Beberapa waktu kemudian, HP udah jadi pegangan wajib bahkan merambah ke babysitter dan anak TK. Pacaran pun dimulai dengan kenalan lewat sms-an. Seka

Tour de Java

Akhirnya, I'm home! Ternyata kadang-kadang rumah bisa jadi sangat menyenangkan ya. Hehe. Jadi ceritanya saya baru pulang dari Jawa Tengah nih, niatnya kan cuma ke Solo menengok eyang, tapi ternyata perhentiannya banyak banget. Jadi di hari pertama saya berangkat dari Jakarta emang udah agak siang, jam 1an gitu. Saya sekeluarga emang udah biasa bermobil ke Solo, tapi untuk yang ini baru pertama kalinya kita lewat jalur selatan. Ternyata jalur selatan tuh beda banget sama Pantura. Jalannya kelok-kelok, bikin mual. Jarang ada toilet lagi, mana kalo gelap tuh ya beneran gelap dan berbahaya. Jadi yaaa.. susah deh pokoknya. Perhentian pertama kita adalah Purwokerto . Kami baru sampe hotel jam setengah 2an pagi setelah melewati perjalanan yang panjang sekali. Ngantuk banget, mual, bokap ngomel-ngomel pula. Lengkap deh capeknya. Niatnya siangnya kita mau ke Baturaden , tapi karena ternyata nggak sedekat yang kami kira, akhirnya abis breakfast kita langsung checkout dan menuju perhentian ke

Drama queen

Beberapa waktu yang lalu, temen sekelas saya, Nia, membuat notes di Facebook. Maaf saya nggak punya url nya, tapi ini sedikit repost dari apa yang dia tulis di situ. "Kita itu aneh, kita nggak suka untuk jadi sedih tapi kita menikmati itu. Bisa dibilang kita sering memanjakan sisi melankolis kita dan mendramatisasi semuanya. Pas kita abis putus, kita justru sengaja ngeliatin foto-foto bareng mantan pacar, ngeliatin barang kenangan, dengerin lagu mellow. Kita ngelakuin hal yang kita tau bakal bikin kita tambah sedih, tapi tetep aja kita ngelakuin hal itu. Kita menikmatinya !" Yaa begitulah kira-kira beberapa kalimat yang merangkum notes tersebut. Nggak persis sama sih, tapi intinya begitu. Dan kemaren, saya abis ngobrol panjang dengan temen dekat saya. Dari dulu saya emang nggak punya kemampuan cukup untuk nahan air mata saya, jadi suatu kali ketika akhirnya saya nggak bisa nahan emosi, temen saya itu nanya "kenapa lo harus nangis kalo bikin lo tambah sedih,