Langsung ke konten utama

Mimpi dan Musuh Sejati


Detik tak akan mati
Ia akan terus berlari
Bahkan, sampai tidak kita sadari


Sayang, hidup punya batas
Selalu ada awal dan akhir yang lugas
Ya, seperti dalam pentas
Meski tak selalu lebih jelas


Tapi kita punya mimpi
Tentang apa yang ingin kita miliki
Tentang apa yang kita harapkan terjadi
Tanpa semua ini
mungkin kita mati



Dan mimpi yang terpendam
Bukan hanya untuk diperam
Kejar, sampai bisa kita genggam


Namun, waktu adalah musuh sejati
Detik tak akan pernah mati
Ia akan terus berlari
Bahkan, sampai tidak kita sadari


Jakarta,November 2008
tugas Bahasa Indonesia kelas XII

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemanasan

Sebentar lagi kuartal kedua akan dimulai. Saya lupa saya punya ruang ini, tempat di mana saya bicara sendiri dengan sedikit berharap ada pembaca mengerti tapi pura-pura tidak peduli dan tidak perlu dikonfrontasi. Ironis memang; sengaja membuka eksistensi tapi tidak percaya diri, memilih untuk ditemukan dalam ranah maya tapi memilih berkisah dalam metafora. Lalu kemudian saya menulis ini, memilih cara begini dengan membagi prosa dalam spasi menjadi seakan puisi. Padahal, isinya hanya rangkaian kalimat tak berinti, tumpahan kata yang sulit berhenti, tapi terlalu sayang untuk disimpan dalam hati. ------------------------------------ Dua hari sebelum kuartal satu ditutup Rumah, 2016

Menantang Hujan

Selama ini ia benci Hujan. Ia beli payung berbagai ukuran, jas hujan dengan warna menawan,  sepatu anti air dengan kualitas tak diragukan. Lalu kemudian Hujan tidak datang selama beberapa pekan. Sial, lalu apa gunanya semua perlengkapan? Ia pikir ia benci Hujan. Memang, tapi bukan dalam bentuk "tanpa pertemuan". Ia perlu Hujan. Untuk dilawan. _____________________________________ Kebon Sirih, 27 Februari 2015 di penghujung musim penghujan

Teruntuk Rumput

Teruntuk Rumput di sana, semoga tetap sedia untuk berjalan bersama. Salam, Embun ______________________________________________ Pada suatu hari Rumah, 24 Januari 2015