Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2011

Summary

"Dasar lugu lo" -S.A.N "Dunia nggak se naif itu kali" - F.I "Lo tuh polos bener. Kayak mie ayam nggak pake ayam..."" -P.S "...bahkan nggak pake mie, mangkok doang!" -L.S.M
Dalam sebuah kompetisi, akan selalu ada yang menang dan kalah. Itu namanya mutlak, hukum alam, nggak bisa diganggu gugat. Dan biasanya untuk membesarkan hati ke yang kalah, kemudian akan muncul nasihat yang berbunyi "yang penting bukan menang atau kalahnya, yang penting kita udah kerja semaksimal yang kita bisa". Mungkin menjadi kalah itu emang nggak buruk. Yang bikin itu terasa buruk ketika yang kalah nggak bisa menerima kekalahannya. Biasanya, setelah luapan kemarahan dan kekecewaan muncul (ada yang menyumpah serapah, ada yang menghabiskan air mata, ada yang menyalahkan sekitarnya), pertanyaan-pertanyaan akan muncul. Pertanyaan dimulai dengan kata "kenapa", dan diikuti dengan subjek: si yang kalah itu sendiri dan si pemenang. Kenapa saya kalah? Kenapa dia yang malah menang? Kenapa saya nggak pernah menang? Mungkin itu teguran, biar nggak sombong. Seenggaknya jadi tau bahwa kerja keras yang udah dilakukan belum cukup untuk memperoleh hasil ya...

Hentakan Singkat

Samuel Mulia dengan cerdasnya berhasil lagi menghentak akal pikir saya. 1) Bahwa manusia itu tempat bertemunya sifat positif DAN negatif, bukan atau. Kalo gitu, memang setiap orang berhak punya sifat negatif dan positif kan? Kalo gitu, kenapa kita susah untuk menerimanya? 2) Bahwa kejadian buruk yang terjadi itu cobaan yang bisa menguatkan kita untuk jadi lebih baik. Tapi kenapa kita lebih suka meminta untuk dimudahkan jalannya, bukan dikuatkan kitanya? 3) Bahwa janganlah kecewa ketika orang yang sangat kita percaya ternyata bertindak buruk.. Karena memang cuma Yang Satu yang bisa dipercaya. berdasarkan rubrik Parodi, Kompas 9 Januari 2010